Mohon tunggu...
Boby Bahar
Boby Bahar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Independent Traveler

24 countries and counting more. Dreaming to publish my traveling book. Terimakasih sudah mampir. boby.bahar@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tahun Baru di Bukit Pergasingan dan Motoran Keliling Lombok

11 Januari 2016   14:26 Diperbarui: 7 Februari 2017   16:33 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bukit Pergasingan, Desa Sembalun, Lombok Timur"][/caption]Ternyata saya sudah lama absen nulis disini. Berikut cerita kecil tentang perjalanan keliling Lombok saat libur tahun baru 2016. Tujuan utama ke Lombok sebenarnya adalah ke Bukit Pergasingan yang lagi hits saat ini. Tapi akhirnya kami sekalian sempatkan menjelajahi destinasi lainya. Mumpung punya waktu 5 hari di Lombok.

Dua hari menjelang penghujung 2015, kami berlabuh di Lembar. Perjalanan diteruskan ke Senggigi. Karena sudah jam 8 malam kami memutuskan menginap di area yang dulunya menjadi primadona pulau Lombok itu. Keesokan hari kami melanjutkan perjalanan dengan sepeda motor melalui jalur utara melewati Pemenang, Tandjung dan Bayan. Pemandangan samudera biru dengan jalan aspal yang berkelok naik turun di pinggir perbukitan antara Senggigi dan Pemenang adalah bagian yang paling menyenangkan di rute ini. Overall, jalanan yang kami lewati relatif beraspal mulus walaupun ada kerusakan kecil di beberapa titik.

Di tengah perjalanan kami sempat mampir ke salah satu air terjun di Lombok Utara, namanya air terjun Tiu Teja. Air terjun ini berlokasi di desa Santong Kecamatan Kayangan. Jalanan ke desa di kaki gunung Rinjani ini juga sudah beraspal mulus. Dari pintu gerbang ke lokasi air terjun ada jalan kecil sejauh kurang lebih 2km melewati perkebunan milik penduduk. Jalanan ini bisa dilewati motor hingga ke parkiran, lalu pengunjung akan berjalan kaki menuruni tebing sekitar 15 menit untuk mencapai air terjun. Di dekat air terjun juga disediakan berugak atau bale-bale untuk melepas lelah. Konon air terjun ini selalu menampilkan pelangi jika matahari sedang bersinar terang, itulah sebabnya dinamakan Tiu Teja (dalam bahasa Sasak Teja berarti pelangi). Namun sayang saat kami tiba disana, cuaca sudah mendung dan gerimis, alhasil kami tidak bisa melihat keindahan warna-warni itu. Keunikan lainya, air terjun kembar ini hanya akan terlihat satu terjunan saja saat musim kering, begitu info dari mbak cantik yang berjualan kopi di dekat parkiran.

[caption caption="Air terjun kembar Tiu Teja"]

[/caption]Dari air terjun Tiu Teja kami turun kembali ke arah pantai utara lanjut menuju Bayan karena harus meneruskan perjalanan ke Sembalun. Cuaca di sepanjang garis pantai utara cerah-cerah aja, tapi dari daerah kaki gunung Rinjani awan mendung masih menggelayut. Kondisi jalan dari pertigaan Bayan dan jalan raya Obel-Obel ke arah Sembalun Lawang agak banyak yang berlubang namun tidak terlalu mengganggu. Jalanan berkelok dan menanjak karena menuju ketinggian.

Akhirnya sampai di Sembalun Lawang, waktu di pergelangan tangan menunjukkan jam setengah 6 sore. Kabut sudah turun dan hujan gerimis membasahi jalanan. Ladang-ladang subur terlihat di kiri-kanan jalan. Kurang lebih perjalanan kami dari Senggigi ke Sembalun dengan beberapa kali berhenti untuk cekrek cekrek cekrek, istirahat makan siang termasuk ke air terjun memakan waktu sekitar 6-7 jam. Tidak perlu ragu kehabisan bensin, karena sepanjang jalan banyak pertamini dan pedagang bensin eceran. Sebenarnya masih ada beberapa air terjun lain di Lombok Utara namun kami tidak punya waktu banyak untuk mendatanginya satu-persatu. 

Ditemani hujan rintik-rintik kami mencari posko pendakian Pergasingan Hill. Lokasinya ternyata di belakang lapangan sepakbola dekat kaki bukit. Pendakian bukit yang tingginya tidak lebih dari 2000-an mdpl ini memang dikelola oleh Sekretariat Pemuda Sembalun. Waktu itu saya membayar tiket masuk 10.000 dan teman saya yang orang asing dikenakan 20.000, plus kami sewa tenda dan peralatan lengkap seharga 150.000 minus peralatan masak. Di tempat pemuda desa menjual tiket juga tersedia berugak serta area parkir, jadi bisa bersantai sambil mengecas batre. Biaya parkir motor menginap dikutip 10.000 saja.

Rencana awalnya saya mau cari homestay dulu buat istirahat beberapa jam, kemudian mulai trekking jam 3-an pagi, kasihan juga liat teman saya yang sudah kelelahan. Jujur aja ini kali pertama dia motoran sejauh ini dan ini juga trekking pertama dalam hidupnya! Pas malam tahun baru pula! Whattt...?!? Gak heran lah dia kan bule kota haha... 

Biar gak ada paksaan, saya tawarkan dua opsi untuknya, mau naik malam ini dan merayakan momen pergantian tahun rame-rame di atas atau mau trekking besok subuh saja untuk lihat sunrise? Dia mikir sebentar dan sepertinya dia pun gak mau melewatkan momen ini. Dengan yakin dia pilih opsi pertama. Yiihaa... take your own risk!

Sudah ada beberapa grup yang naik sejak sore info dari si mas penjual tiket. Si bapak tempat penitipan motor meminjamkan headlight karena saya cuma bawa senter kecil. Saya mencoba melihat ke area ketinggian dimana Bukit Pergasingan bercokol, ahh gak kelihatan! Tertutup awan tebal. Tidak lama hujan pun turun lumayan deras. Kami lalu mencari warung lalapan untuk santap malam biar punya tenaga saat nanjak nanti. Setelah menghabiskan satu ikan + dada ayam goreng dan seporsi nasi putih (ini porsi teman saya, kalo saya kebalikanya, 1 dada ayam dan 2 porsi nasi putih), kami ke warung sebelah berbelanja logistik biar gak kelaparan di atas sana. Karena tidak membawa peralatan memasak, satu kantong keresek makanan kemasan dan air mineral adalah pilihan yang wajib! Mayan juga sih nambah beban, tapi gak apa-apa demi perut.

Sebelum jam 9 malam hujan mulai berhenti, kami memulai pendakian. Saya komat-kamit di dalam hati berharap agar cuaca bersahabat. Benar saja malam itu cuaca cenderung cerah, tiupan angin di atas bukit juga tidak terlalu menggigit. Medan pendakian bukit Pergasingan boleh dibilang gak terlalu 'difficult' juga gak 'soft' sekali, buat kalian yang udah biasa naik gunung cincai lahh! Diawali dengan beberapa tangga beton, lalu medan menanjak, terus agak landai dan menanjak lagi dengan tumbuhan rendah (didominasi rumput, perdu dan ilalang). Sesekali perlu berpegangan ke batu-batu dan rumput biar tetap kuat seimbang dan bisa terus move on (huff kata-kata ini mengingatkan ke mantan). 

Kami memang sudah keletihan seharian berkendara, jadi wajar tiap 15 menit trekking temen saya minta berhenti, apalagi setelah bersusah payah melewati jalur yang agak sukar dan licin. Air mineral sebotol besar ludes dalam satu jam. Saat istirahat kami memandangi pendar lampu-lampu perkampungan yang sudah mulai jauh kami tinggalkan di bawah sana. Sesekali tampak letusan kembang api di udara, suasana pergantian tahun ternyata seru juga di desa ini. Kami susul-menyusul dengan pendaki lainya yang mayoritas muda-mudi dari Mataram dan sekitarnya. Begitu mereka tahu kami datang jauh dari Bali mereka pun surprise dan memberikan semangat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun