Akan tatapi, argumen ini memang berlaku hanya bagi kaum beragama. Sementara kita paham, tidak semua orang di dunia ini mengakui keberadaan Tuhan. Oleh karena itu, argumen keberatan dirumuskan dengan istilah yang berbeda. Riset chimera melanggar hukum kodrati. Melintasi batas spesies secara inheren (pada dirinya sendiri) salah karena tidak alami.Â
Ada juga yang berpendapat bahwa riset chimera secara moral salah karena akan menimbulkan terlalu banyak kebingungan moral karena kita harus menentukan status moral hibrida manusia-hewan.
3. Melanggar hak hewan
Di negara-negara tertentu, hak hewan juga (sangat) dihargai. Apakah etis mengubah gen hewan sesuka manusia dan kemudian membunuh hewan tersebut? Bukankah hewan juga "memberontak" ketika disakiti dan hendak dibunuh?
Di luar riset chimera saja, tiap tahun ada puluhan juta hewan disakiti, dimanipulasi secara genetis, dan dibunuh di laboratorium biomedis.Â
Ilmu pengetahun perlahan menunjukkan bukti bahwa beberapa hewan lebih sadar diri daripada yang kita duga sebelumnya. Riset biomedis dengan hewan tidak boleh sesuka manusia saja. Demikian pendapat Lori Marino, direktur Kimmela Center for Animal Advocacy.
4. Tujuan tidak menghalalkan cara
Kita ingin meringankan penderitaan (fisik) pasien. Akan tetapi, tujuan tidak menghalalkan segala cara.Â
Adakah Jalan Tengah?
David Shaw, Wybo Dondorp dan Guido de Wert berpendapat bahwa mengingat terbatasnya jumlah organ untuk transplantasi, pengambilan organ dari chimera manusia / non-manusia adalah pilihan yang valid selama ada potensi manfaat yang substansial bagi manusia dan jika tidak ada alternatif yang masuk akal.
Jika transplantasi organ masih dapat dilakukan dengan prosedur normal (mengambil organ dari donor manusia yang sudah wafat), pengambilan organ chimera tidak perlu dilakukan.