Karena sapi dan babi mirip ukuran (organ) tubuhnya dengan manusia, organ manusia yang ditumbuhkan dalam hewan-hewan itu dapat diambil dan dipindahkan ke manusia. Organ kunci yang ditargetkan dalam penelitian ini adalah jantung, hati, ginjal, pankreas, paru-paru, dan otak.Â
Organ-organ ini juga dapat digunakan untuk penelitian tentang penyakit manusia, perkembangan, dan evolusi. Babi dan sapi pada dasarnya akan menjadi wadah hidup untuk persediaan organ manusia yang tidak terbatas.
Akan tetapi, ada 4 keberatan etis seputar penelitian chimera:
1. Melanggar batas manusia dan hewan
Ada batas manusia dan hewan yang dipertaruhkan dalam penelitian chimera ini. Sampai sejauh mana makhluk itu masih bisa dikategorikan hewan, dan bukan manusia?
Masalahnya, penanaman sel manusia ke tubuh hewan chimera sulit diprediksi efeknya. Sulit untuk membatasi pertumbuhan sel manusia hanya pada satu organ. Menurut Robin Lovell-Badge kekhawatirannya adalah bahwa sel manusia yang ditanam dalam embrio hewan dapat mengubah sistem saraf pusat hewan.Â
Jika hibrida manusia-hewan ternyata memiliki sistem saraf mirip manusia yang memiliki kesadaran atau bahkan menampilkan perilaku seperti manusia, konsekuensi etisnya bisa ekstrem.
Ada tikus chimera yang empat kali lebih cerdas dari tikus biasa setelah direkayasa sejak masih embrio dengan penanaman sel otak manusia. Nah, tikus ini apakah bisa disebut tikus-manusia karena kecerdasannya jauh melebihi tikus normal?
Batas hewan dan manusia menjadi kabur. Apakah secara etis boleh membunuh makhluk gabungan yang -mungkin kelak- kecerdasannya seperti manusia? Budaya manusia secara jelas membedakan perlakuan terhadap manusia dan hewan. Nah, jika batas ini jadi tidak jelas lagi, apa yang harus kita lakukan?Â
2. Melanggar hukum kodrati
Menurut beberapa orang, melintasi garis batas spesies manusia dan hewan adalah salah karena itu menantang kehendak Tuhan.