Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kontroversi Chimera Manusia-Hewan ala Pat Kay, Bagaimana Etika Medis Menjawabnya?

31 Mei 2020   06:07 Diperbarui: 1 Juni 2020   21:41 1956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pat Kay - bigsta.net

Baru-baru ini Kompas mewartakan keberhasilan para ilmuwan di University of Buffalo dan Roswell Park Cancer Institute dalam menghasilkan chimera gabungan antara manusia dan tikus. Sejarah baru tercatat karena percobaan ini menghasilkan chimera tikus-manusia dengan jumlah sel manusia tertinggi pada hewan, yaitu sebesar 4 persen. 

Riset chimera manusia-hewan ala Pat Kay memang berpotensi mendatangkan terobosan baru dalam dunia medis, namun juga penuh kontroversi. Bagaimana etika medis menjawab kontroversi ini?

Asal Kata Chimera 

Chimera berasal dari khimaira, sebutan untuk monster mengerikan dalam mitologi Yunani pada akhir abad ke-14 M. Chimera berkepala singa, bertubuh kambing dan berekor naga. 

Secara harfiah, chimera berarti "kambing betina tua" (bentuk maskulinnya khimaros). Kata chimera digunakan untuk menyebut "monster aneh apa pun yang terbentuk dari bagian-bagian hewan lain." 

Kini chimera digunakan untuk menyebut makhluk campuran, bisa berupa campuran manusia-hewan atau hewan satu dan hewan lainnya. Chimera adalah organisme yang selnya berasal dari dua atau lebih spesies.

5 Contoh Makhluk Chimera

Ada 5  contoh hasil riset chimera yang pernah dilakukan:

1. Chimera gabungan kambing dan domba. Chimera yang diciptakan berkat penelitian sejak 1984 ini dapat bertahan hidup hingga tua.

2. Pada 2017, para peneliti Portugis menciptakan virus chimera yang merupakan gabungan virus tikus dengan gen virus manusia. Virus chimera ini memungkinkan peneliti menyelidiki cara-cara baru untuk mengobati kanker akibat infeksi virus herpes manusia.

3. Pada 2017, para ilmuwan Salk Institute di California mencoba menumbuhkan embrio pertama yang mengandung sel-sel dari manusia dan babi. Proses ini sangat tidak efisien: dari 2.075 embrio yang ditanamkan, hanya 186 yang dikembangkan hingga batas waktu 28 hari.

4. Pada 2019, seorang ilmuwan sel induk Jepang, Hiromitsu Nakauchi, berencana untuk memasukkan sel induk manusia ke tikus atau tikus dalam upaya menumbuhkan pankreas manusia pada hewan. Jika terlalu banyak sel manusia yang menyusup ke otak tikus, percobaan akan dihentikan.

5. Pada Juli 2019, tim peneliti internasional telah membuat embrio yang mengandung sel manusia dan monyet. Proyek kontroversial itu dilakukan di Cina, guna menghindari hukum AS yang tidak mengizinkan percobaan semacam ini.

Manfaat Riset Chimera

Apa sebenarnya manfaat riset chimera? Riset chimera diharapkan dapat mendatangkan aneka manfaat berikut:

1. mengembangkan organ manusia yang kemudian dapat ditransplantasikan ke manusia 

Tujuan jangka panjang adalah menumbuhkan organ yang dibuat secara eksklusif dari sel manusia pada hewan chimeric, seperti babi, yang berpotensi dapat digunakan untuk transplantasi organ. Tujuan ini tekun diupayakan oleh kelompok peneliti Hiro Nakauchi, dengan fokus utama pada pankreas meskipun masih pada tahap hipotetis (Kobayashi et al., 2010).

2. melakukan penelitian penyakit neurologis dan kejiwaan pada manusia. 

Penelitian Steven Goldman dan kolaborator berhasil menciptakan tikus dengan glial otak depan yang sepenuhnya digantikan oleh sel glial manusia (Han et al., 2013). Hewan-hewan ini menunjukkan kemampuan kognitif yang lebih tinggi dari tikus biasa.

Dengan mengulangi percobaan dengan glia yang berasal dari masing-masing pasien dengan gangguan neuropsikiatrik dapat memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang patologi penyakit tersebut dan dapat membantu dalam mengidentifikasi target terapi potensial.

Bagaimana Etika Penelitian Chimera?

Penting dicatat, hingga kini sebagian besar penelitian chimera masih dalam tahap hipotetis. Artinya belum mampu menghasilkan organ manusia dalam tubuh hewan chimera seperti babi, monyet, dan sapi. Akan tetapi, para ilmuwan terus menuju ke arah tersebut. 

Karena sapi dan babi mirip ukuran (organ) tubuhnya dengan manusia, organ manusia yang ditumbuhkan dalam hewan-hewan itu dapat diambil dan dipindahkan ke manusia. Organ kunci yang ditargetkan dalam penelitian ini adalah jantung, hati, ginjal, pankreas, paru-paru, dan otak. 

Organ-organ ini juga dapat digunakan untuk penelitian tentang penyakit manusia, perkembangan, dan evolusi. Babi dan sapi pada dasarnya akan menjadi wadah hidup untuk persediaan organ manusia yang tidak terbatas.

Akan tetapi, ada 4 keberatan etis seputar penelitian chimera:

1. Melanggar batas manusia dan hewan

Ada batas manusia dan hewan yang dipertaruhkan dalam penelitian chimera ini. Sampai sejauh mana makhluk itu masih bisa dikategorikan hewan, dan bukan manusia?

Masalahnya, penanaman sel manusia ke tubuh hewan chimera sulit diprediksi efeknya. Sulit untuk membatasi pertumbuhan sel manusia hanya pada satu organ. Menurut Robin Lovell-Badge kekhawatirannya adalah bahwa sel manusia yang ditanam dalam embrio hewan dapat mengubah sistem saraf pusat hewan. 

Jika hibrida manusia-hewan ternyata memiliki sistem saraf mirip manusia yang memiliki kesadaran atau bahkan menampilkan perilaku seperti manusia, konsekuensi etisnya bisa ekstrem.

Ada tikus chimera yang empat kali lebih cerdas dari tikus biasa setelah direkayasa sejak masih embrio dengan penanaman sel otak manusia. Nah, tikus ini apakah bisa disebut tikus-manusia karena kecerdasannya jauh melebihi tikus normal?

Batas hewan dan manusia menjadi kabur. Apakah secara etis boleh membunuh makhluk gabungan yang -mungkin kelak- kecerdasannya seperti manusia? Budaya manusia secara jelas membedakan perlakuan terhadap manusia dan hewan. Nah, jika batas ini jadi tidak jelas lagi, apa yang harus kita lakukan? 

2. Melanggar hukum kodrati

Menurut beberapa orang, melintasi garis batas spesies manusia dan hewan adalah salah karena itu menantang kehendak Tuhan.

Akan tatapi, argumen ini memang berlaku hanya bagi kaum beragama. Sementara kita paham, tidak semua orang di dunia ini mengakui keberadaan Tuhan. Oleh karena itu, argumen keberatan dirumuskan dengan istilah yang berbeda. Riset chimera melanggar hukum kodrati. Melintasi batas spesies secara inheren (pada dirinya sendiri) salah karena tidak alami. 

Ada juga yang berpendapat bahwa riset chimera secara moral salah karena akan menimbulkan terlalu banyak kebingungan moral karena kita harus menentukan status moral hibrida manusia-hewan.

3. Melanggar hak hewan

Di negara-negara tertentu, hak hewan juga (sangat) dihargai. Apakah etis mengubah gen hewan sesuka manusia dan kemudian membunuh hewan tersebut? Bukankah hewan juga "memberontak" ketika disakiti dan hendak dibunuh?

Di luar riset chimera saja, tiap tahun ada puluhan juta hewan disakiti, dimanipulasi secara genetis, dan dibunuh di laboratorium biomedis. 

Ilmu pengetahun perlahan menunjukkan bukti bahwa beberapa hewan lebih sadar diri daripada yang kita duga sebelumnya. Riset biomedis dengan hewan tidak boleh sesuka manusia saja. Demikian pendapat Lori Marino, direktur Kimmela Center for Animal Advocacy.

4. Tujuan tidak menghalalkan cara

Kita ingin meringankan penderitaan (fisik) pasien. Akan tetapi, tujuan tidak menghalalkan segala cara. 

Adakah Jalan Tengah?

David Shaw, Wybo Dondorp dan Guido de Wert berpendapat bahwa mengingat terbatasnya jumlah organ untuk transplantasi, pengambilan organ dari chimera manusia / non-manusia adalah pilihan yang valid selama ada potensi manfaat yang substansial bagi manusia dan jika tidak ada alternatif yang masuk akal.

Jika transplantasi organ masih dapat dilakukan dengan prosedur normal (mengambil organ dari donor manusia yang sudah wafat), pengambilan organ chimera tidak perlu dilakukan.

Pendapat Saya

Pendapat saya bertitik tolak, antara lain, dari perspektif moral dan filsafat  kristiani. Dalam moral dan filsafat kristiani, ada juga pandangan bahwa penderitaan manusia, termasuk penyakit, memiliki makna mendalam.

Penderitaan manusia, termasuk sakit fisik, adalah juga bagian dari hidup manusia. Manusia modern berjuang mati-matian untuk menghilangkan penyakit dan berusaha untuk hidup lebih lama (bahkan, kalau bisa, tidak mati) dengan rekayasa genetika dan penggunaan teknologi seperti riset chimera.

Padahal, menjadi sakit dan menua lalu meninggal adalah perjalanan wajar yang hendaknya diterima dengan bahagia. 

Keinginan manusia modern untuk tidak sakit dan tidak mati justru menandakan keterikatan kita pada hal-hal duniawi. Padahal, ada hidup abadi bersama Tuhan yang menanti setelah kematian fisik kita.

Ditinjau dari perspektif non-keagamaan, riset medis apa pun hendaknya tidak membenarkan segala cara untuk mencapai tujuan. Ada hal-hal kodrati yang telah terpatri dalam alam seisinya. Ada keteraturan luar biasa yang menjadikan dunia ini bertahan sampai kini.

Jika manusia dengan pongah dan secara membabi buta merekayasa alam dan genetika makhluk hidup, apakah tidak akan mengganggu keteraturan itu? 

Bisa jadi, suatu hari manusia akan mampu menciptakan makhluk hibrida manusia-hewan seperti Pat Kay. Pat Kay sungguhan ini mungkin juga akan berkata, "Dari dulu begitulah cinta, deritanya tiada pernah berakhir." Duh, bikin galau juga, ya...Hehe.

Sila berkomentar. Sila bagikan artikel ini bila Anda pandang berguna. Salam literasi. 

Pojok baca: 1, 2, 3, 4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun