Setelah corona mewabah ke seantero dunia, pertanyaan sulit harus dijawab oleh International Olympic Comitee (IOC) dan pemerintah Jepang. Haruskah Olimpiade Tokyo 2020 diselenggarakan sesuai jadwal atau diundur?Â
Thomas Bach, ketua IOC selama berminggu-minggu sempat meyakini bahwa Olimpiade di Tokyo harus tetap diselenggarakan sesuai rencana semula.
Bach berpendapat, pembatalan Olimpiade akan menghancurkan impian Olimpiade bagi 11.000 atlet dari 206 komite Olimpiade.
Apa yang dikatakan Bach berubah total pada 24 Maret lalu. IOC, pemerintah Jepang dan panitia penyelenggara Tokyo 2020 akhirnya menunda Olimpiade dan Paralimpik musim panas ini hingga tahun 2021 karena pecahnya Covid-19 di seluruh dunia.
Alasan utamanya, wabah corona telah menghambat atlet dalam persiapan mereka. Tambah lagi, sejumlah negara peserta menerapkan lockdown atau penguncian sementara (kuncitara).Â
Ada Yakuza di Balik Olimpiade 2020
Siapa sangka, ada Yakuza di balik persiapan Olimpiade 2020. Fakta ini dilaporkan oleh sejumlah surat kabar ternama, temasuk Japantimes dan South China Morning Post.
Yakuza adalah organisasi kejahatan yang telah lama mengakar dalam sejarah Jepang. Pengaruh Yakuza masih terasa hingga kini di Jepang. Anjloknya perekonomian Jepang salah satunya disebabkan oleh perusahaan boneka milik Yakuza. Sebutannya adalah kigyo shatei.
Kigyo satei ini berhasil mendapat kredit sebesar 300-400 miliar dari perbankan Jepang. Setelah dana pinjaman diterima, dana itu ditransfer ke induk sindikat Yakuza sehingga perbankan Jepang tak berani menuntut kembali.
Setelah maraknya kredit macet perbankan pasca 1990, sejumlah debitor menggunakan jasa Yakuza untuk menjaga properti mereka dari upaya sita oleh bank.Â
Yakuza Pekerjakan Tunawisma Bangun Fasilitas Olimpiade
Keterlibatan Yakuza dalam persiapan Olimpiade Tokyo 2020 terkait dengan sektor properti, khususnya pembangunan fasilitas Olimpiade.Â
Sebuah perusahaan konstruksi yang diduga memiliki ikatan dengan sindikat Yakuza berpartisipasi sebagai subkontraktor dalam proyek penginapan atlet Olimpiade dan Paralimpik 2020 Tokyo.
Menurut Japantimes, Departemen Kepolisian Metropolitan Tokyo telah menangkap bos kelompok Yakuza, Mitsunobu Hiroo (70), dan tiga orang lainnya atas dugaan pengiriman pekerja secara ilegal ke perusahaan yang berpusat di Kawaguchi, Prefektur Saitama.
Perusahaan itu diyakini menerima pekerja untuk proyek penginapan atlet Olimpiade di distrik tepi perairan Harumi, distrik Chuo, Tokyo.
Para tersangka merekrut para tunawisma dan mengirim mereka ke lokasi konstruksi fasilitas Olimpiade, kata sumber kepolisian. Yakuza mengantongi sekitar 30 persen dari upah pekerja tunawisma ini.
Anggaran Membengkak
Anggaran Olimpiade Tokyo 2020 membengkak. Total biaya penyelenggaraan Olimpiade kemungkinan akan mencapai 3 triliun yen (US $ 26,5 miliar), jauh lebih tinggi daripada 1,35 triliun yen yang diperkirakan oleh panitia penyelenggara pada Desember 2017. Ini membuat banyak media massa di Jepang bertanya-tanya. Ada siapa di balik penggelembungan anggaran ini?
Lagu Lama
Sebenarnya ini lagu lama. Ketik saja "Yakuza Olympic" di mesin peramban internet Anda. Akan muncul aneka artikel yang membahas keterlibatan Yakuza dalam Olimpiade Musim Dingin di Sochi, Rusia pada 2014.Â
Pada bulan September 2012, Â Departemen Keuangan Amerika Serikat memberlakukan sanksi terhadap sindikat kejahatan Yakuza terbesar kedua di Jepang, Sumiyoshi-kai dan para pemimpinnya termasuk sang ketua Hareaki Fukuda.Â
Sementara Fukuda dan rekan-rekannya berada di daftar hitam pemerintah AS, tampaknya Komite Olimpiade Jepang justru bekerjasama dengan perusahaan Fukuda.
Wakil ketua Komite Olimpiade Jepang, Hidetoshi Tanaka, pada masa lalu berteman baik dengan Fukuda. Menurut dokumen itu, Tanaka telah memiliki hubungan persahabatan dengan setidaknya satu Yamaguchi-gumi, bos kelompok kejahatan terbesar Jepang.
Yakuza Dermawan tapi Juga Kejam
Yakuza memang (pernah) jadi organisasi dermawan. Setelah gempa dahsyat menghancurkan Kobe pada 1995, pekerja pemerintah lambat dalam menjangkau daerah-daerah yang tertimpa bencana.
Kala itu ada sekitar 300.000 orang yang selamat. Para anggota Yakuza masuk dengan cepat, dan dalam banyak kasus, pertama-tama menolong para korban gempa Kobe dan sekitarnya.
Kelompok Yakuza mengirim truk yang membawa makanan, air, selimut, dan peralatan mandi ke pusat-pusat evakuasi di timur laut Jepang, daerah yang hancur akibat gempa bumi dan tsunami 11 Maret yang telah menewaskan sedikitnya 27.000 orang.
Mengapa Yakuza berbaik hati? Manabu Miyazaki, seorang pengamat masalah Yakuza mengatakan, sejatinya banyak anggota Yakuza mengalami diskriminasi karena mereka berasal dari populasi minoritas seperti etnis Korea atau "burakumin". Kelompok minoritas ini bekerja di bisnis yang dianggap terkait dengan kematian, seperti tukang daging dan penyamak kulit.
 "Yakuza adalah orang-orang yang tak dianggap oleh masyarakat. Mereka menderita, dan mereka hanya berusaha membantu orang lain yang berada dalam kesulitan," kata Miyazaki. Ia sendiri adalah putra dari mantan bos Yakuza di Kyoto.
Sementara itu, jurnalis Tomohiko Suzuki mengatakan, Yakuza membantu warga agar mereka mendapat nama baik di masyarakat sehingga polisi tidak mendapatkan dukungan warga saat akan menindak anggota Yakuza.Â
Pengamat lain, Jake Adelstein menjelaskan bahwa ada saling pengertian informal antara Yakuza dan polisi. Polisi menoleransi geng Yakuza yang melakukan pekerjaan amal seperti itu.
Adelstein mengatakan, sikap dermawan Yakuza didorong oleh "etika ninkyo" Yakuza. "Etika Ninkyo" ini mengajak anggota Yakuza untuk menghargai keadilan, tanggung jawab, dan tidak membiarkan orang lain menderita. Karena itu, pada saat-saat bencana seperti gempa bumi, sebagian anggota Yakuza tak ragu menolong korban.Â
Akan tetapi, tetap saja Yakuza adalah organisasi kejahatan yang kompleks dan ambigu. Yakuza di Jepang terdiri dari 22 keluarga, yang disebut boryokudan ("kelompok kekerasan").
Boryokudan ini sering kali terdiri dari kelompok kecil yang berafiliasi. Dari 22 boryokudan, ada tiga keluarga utama, yaitu Yamaguchi-gumi, Sumiyoshi-kai, dan Inagawa-kai.
Diperkirakan ada 80.000 Yakuza di Jepang. Sumiyoshi-kai dan Inakawa-kai, sindikat kejahatan terorganisir terbesar kedua dan ketiga, diyakini sebagai yang paling aktif dalam bantuan bencana gempa-tsunami.
Sebagian Yakuza modern lebih senang melibatkan diri dalam bisnis-bisnis yang kelihatan sah, seperti (korupsi) proyek infrastruktur dan pengolahan limbah. Sebagian lagi tampaknya lebih fokus ke bisnis-bisnis pelacuran dan pemerasan.
Tak jarang terjadi perang antarkelompok Yakuza. Nyawa pun melayang. Inilah sisi gelap Yakuza, yang pada saat bencana sigap memberikan bantuan pada sesama yang menderita.
Menariknya, demi proyek pembangunan fasilitas Olimpiade Tokyo 2020, Yakuza merekrut para tunawisma. Benar bahwa Yakuza mendapat 30 persen dari gaji para tunawisma. Akan tetapi, bukankah 70 persen dinikmati para orang miskin itu?
Hmm...menurut Anda, Yakuza itu dermawan atau kejam? Selamat merenung!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI