Sementara perusahaan Listrik membutuhkan sumber energy primer yang konstan yang dapat menghasilkan Listrik secara stabil dalam jumlah besar, skala GigaWatt. Saat ini pilihannya adalah Batubara, Hydro dan Nuklir. Dalam skala yang lebih kecil ada Geothermal, Diesel dan Gas Alam.
Problemnya adalah karena rendahnya kapasitas energi intermitten tersebut maka, bila sumber intermitten tersebut tidak menghasilkan listrik untuk mempertahankan jaringan maka  operator harus membackup dengan energy fossil.
Bila komponen intermitten masih dalam jumlah kecil di bawah 5% maka tidak akan menimbulkan masalah bila sumber tersebut tidak di backup tetapi ketika sumber tersebut sudah lebih dari 15% dan tersambung ke grid dan grid kehilangan 15% dari kapasitasnya secara fluktuatif maka ini akan menarik jatuh grid dan membuat keekonomian maupun efisiensi grid yang rendah.
Pada akhirnya bertambah besar komponen Intermitten di masuk dalam grid maka bertambah besar pula backup fossil yang perlu di pasang yang akhirnya menyebabkan emisi CO2 juga menjadi tinggi yang artinya premis awal memasang Angin dan Surya untuk menurunkan CO2 tidak tercapai.
Perhatikan mengapa emisi CO2 terendah justru bukan pada negara dengan renewable tertingg ( Jerman) justru kebalikannya. Perbedaannya perhatikan bukan di bauran renewable yang mempengaruhi rendahnya CO2 tetapi di porsi Nuklir Perancis yang hampir 80% + Hydro 11% sementara Jerman Nuclear 15%  + 68% batubara – Faktanya emisi CO2 jerman adalah yang tertinggi di EU,  karena butuh batubara untuk backup angin dan surya.
Banyak orang yang tidak paham langsung berpikir bahwa tambah banyak renewable maka bertambah kurang emisi C02. Hal itu hanya benar bila renewable dapat bekerja dengan kapasitas diatas 60% tetapi kenyataan tidak bisa sehingga harus di backup juga dengan fossil sehingga emisi CO2 menjadi tinggi.Â
Dari sini gambaran ini saja sudah sangat jelas, Bila targetnya menurunkan emisi CO2 maka bukan meningkatkan renewable sebesar2nya tetapi kurangi batubara ganti dengan  Nuklir + Hydro.
Untuk pembahasan seputar pemasalahan Energi terbarukan [4] yang lebih detail, silahkan baca tulisan saya terdahulu. "Energi Terbarukan dan Permasalahannya"
Kebijakan Hijau hasilkan Krisis Listrik Jerman.
Setelah bertahun-tahun Jerman memberikan subisidi yang besar kepada energy terbarukan melalui program yang di sebut Energiewende dan Atomgesetz, penenutupan PLTN secara bertahap, pertama dalam 40 tahun sejarah Jerman berada dalam krisis Listrik  [5]. Harga Listrik di Jerman saat ini lebih mahal dari rata-rata Listrik di EU bahkan lebih mahal dari Listrik Jepang.  Harga Listrik Jerman $0,35/ KWh di atas rata-rata EU yang  $0,26 dan yang menarik Perancis $0,19/Kwh jauh di bawah rata-rata EU.