Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Penulis

Menjadi penulis adalah menjadi saksi: terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, dan terhadap sejarah yang terus bergerak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Rumah Bercat Merah

1 Oktober 2025   17:47 Diperbarui: 1 Oktober 2025   18:09 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siaran RRI yang mengabarkan tentang Gerakan 30 September oleh Letkol Untung terjadi pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, sekitar pukul 07.00 WIB.

Dalam siaran tersebut, Letkol Untung menyatakan bahwa telah dilakukan operasi penyelamatan terhadap Presiden Soekarno dan Kabinet Dwikora dari ancaman kudeta oleh apa yang ia sebut sebagai "Dewan Jenderal". Ia mengklaim bahwa Gerakan 30 September adalah bagian tugas pasukan Cakrabirawa untuk melindungi Presiden dan revolusi. 

Kemudian, pada pukul 11.00 WIB, ia kembali menyampaikan dekrit pembentukan Dewan Revolusi, menyatakan bahwa kabinet Dwikora telah demisioner. Haji Tukacil menaikkan volume radionya, tapi justru membuat suasana makin genting.

Tak ada yang benar-benar paham apa yang sedang terjadi. "Gerakan?" "Dewan Jenderal? "Penyelamatan?"—kata-kata itu berputar di kepala warga, tapi tak ada yang berani menafsirkan.

**

Di langgar kecil, Pak Karyo menggenggam tasbih lebih erat. Di rumah Bu Sari, pintu yang semalam dicoret silang merah kini terasa seperti tanda kutuk. Kampung yang biasanya riuh oleh suara canda dan piring beradu, kini hanya menyiasakan bisik-bisik dan langkah yang pelan.

"Apa kita harus sembunyi?"
"Siapa yang mereka cari?"
"Kenapa rumah Pak Sastro dicat merah duluan? Siapa yang melakukannya?"

Tak ada jawaban. Hanya suara radio yang terus menyampaikan kabar dari Jakarta, dan wajah-wajah kampung yang mulai kehilangan warna.

Wajah-wajah di kampung tak lagi ramah. Mereka saling pandang, saling curiga, dan saling diam. Di depan rumah Pak Sastro, tanda silang merah itu masih basah. Seorang anak kecil, bernama Seno sempat bertanya pada ibunya," Kenapa rumah itu dicoret, bu?" Ibunya hanya menggeleng, lalu menyuruh Seno masuk dan jangan bertanya. 

"Jangan keluar dulu, Nak. Dunia sedang kacau," katanya pelan, seperti berbicara pada dirinya sendiri. Seno menatap langit yang mendung, seolah awan pun ikut bingung. Ia ingin bermain, ingin berlari, ingin tertawa seperti kemarin. Tapi kampungnya telah berubah. 

Dan di tengah suara radio yang terus berbicara tentang Jakarta, jenderal, dan revolusi. Seno hanya bisa bertanya dalam hati: apakah besok masih ada sekolah? Apakah rumah Pak Sastro akan tetap ada? Semua bingung, apa yang telah terjadi. Dan apa artinya rumah bercat merah. (*)

Disclaimer:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun