Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kawan yang Berpulang

19 September 2025   19:24 Diperbarui: 19 September 2025   19:40 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang wanita sedang duduk di bangku taman (Source: Riduannor, diolah menggunakan Canva)

Hidup ini cuma persinggahan. Kita berjalan, bertemu, berpisah, dan kadang tak sempat kembali. Tapi setiap langkah punya arah, dan setiap jiwa punya tempat pulang. Dunia bukan tujuan akhir, hanya jalan yang mengantar kita kembali ke tanah yang dijanjikan—tempat asal, tempat abadi.

**

Ada sebuah kabar yang mampir lewat media sosial, muncul di beranda seperti tamu tak diundang. Sebuah status berduka, disertai foto yang langsung membuatku diam sejenak. Wajah itu... teman lama yang sangat kukenal. Untuk mengenang, rasanya tak perlu kusebutkan namanya—biarlah tetap jadi bagian yang tenang dan pribadi.

Ingat dia, aku langsung teringat Paris van Java. Lima belas tahun lalu, kami sempat jalan bareng ke sana, liburan. Bukan pacar, bukan juga kekasih—cuma sahabat, meski rasanya lebih dari sekadar teman.

Aku kembali membuka buku diary yang sudah lama kusimpan. Sampulnya masih dari kulit, masih ada jejak kamitetep yang dulu sempat menetap di sana. Pelan-pelan, aku membaca ulang tulisan-tulisanku tentang dia—tentang masa yang pernah begitu dekat.

Setelah membaca kembali halaman-halaman lama di diary itu, aku terdiam sejenak. Dalam hati, aku berbicara pelan—hidup ini memang singkat. Berapapun umur yang kita jalani di dunia, ujungnya tetap satu: kita akan sampai di titik untuk berpulang, menuju kekekalan. 

Rasanya seperti diingatkan lagi, bahwa setiap tawa, setiap luka, setiap pertemuan dan perpisahan... semuanya hanya mampir sebentar. Maka kalau masih diberi waktu, semoga bisa dijalani dengan hati yang ringan dan niat yang tulus.

**

Kadang aku lupa, bahwa waktu berjalan tanpa suara. Kita sibuk tumbuh, sibuk mengejar, sibuk merasa... sampai akhirnya sadar, banyak hal yang dulu terasa besar, kini hanya jadi catatan kecil di sudut halaman. 

Tapi justru di sanalah letaknya: hidup bukan soal panjangnya, tapi tentang apa yang sempat kita rasakan, siapa yang sempat kita temui, dan bagaimana kita sempat menjadi bagian dari cerita orang lain. 

Kadang, kalau lagi duduk sendiri atau buka-buka kenangan lama, aku teringat dia—sahabat yang dulu selalu ada, sekarang sudah lebih dulu pulang.

orangnya nggak banyak bicara, tapi kebaikannya terasa. Dia nggak pernah repot-repot menunjukkan, tapi selalu tahu kapan harus datang, kapan harus diam, dan kapan harus memguatkan. 

Rasanya hangat kalau ingat caranya tertawa, caranya bilang "nggak apa-apa"saat dunia rasanya berat. Sekarang dia sudah tenang di tempat yang jauh, tapi jejaknya masih tinggal di hati. Dan aku bersyukur, pernah punya teman sebaik itu. Selamat jalan kawan. Semoga taman surga menyambutmu dengan tenang.

Tempat di mana tak ada lagi lelah, tak ada lagi air mata—hanya cahaya, ketenangan, dan cinta yang tak pernah habis. Doa kami selalu menyertai, meski rindu ini tak pernah benar-benar pergi. (*)

Samarinda, 19 September 2025
Riduannor

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun