Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Blogger

Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024 | Juara Favorit Blog Competition Badan Bank Tanah 2025

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Aku dan Tetanggaku yang Merindukan Rokok

18 September 2025   22:24 Diperbarui: 19 September 2025   04:20 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kamar Mawar, di mana aku dirawat. (Foto: Billy Steven Kaitjily)

Jawabannya membuatku hampir terlonjak dari ranjang. "Saya mau ngerokok, Dok. Atau, boleh saya ke bawah ngerokok sebentar?"

Aku menahan tawa, tapi di dalam hati, aku terkejut. Merokok? Dalam kondisi seperti ini? Dokter dengan sabar menjelaskan, "Jangan merokok dulu, Pak. Kondisi Bapak masih sakit. Masih diinfus. Tahan dulu sampai sembuh, ya."

Namun, pria itu sepertinya tidak peduli. Aku bisa mendengar nada keras kepalanya, seperti anak kecil yang merengek minta permen.

Sebelumnya, aku juga mendengar istrinya, yang tampaknya sudah kehabisan kesabaran, memarahinya. "Sudah dikasih obat, kok nggak mau minum, Bang? Mau sembuh apa nggak sih?" katanya dengan nada tinggi.

Aku membayangkan wajah istrinya memerah, geram karena suaminya lebih memikirkan rokok daripada kesehatannya.

Tak lama, dokter datang setelah laporan sang istri, menjelaskan panjang lebar soal risiko pulang terlalu cepat. Tapi ia tetap ngotot, seolah rokok adalah obat mujarab yang akan menyembuhkannya.

Aku terdiam, menatap langit-langit kamar yang putih steril. Di kamar Mawar ini, udara terasa bersih, bebas dari asap rokok yang biasanya kuhirup di Rusunawa Pasar Rumput, tempat tinggalku.

Di sana, asap rokok adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Orang-orang merokok di lorong, di balkon, bahkan di dalam hunian mereka sendiri, tanpa mempedulikan tetangga.

Istriku, sering merasa sesak di dada, bukan hanya karena asap, tapi juga karena sikap acuh tak acuh mereka terhadap kesehatan bersama.

Melihat tingkah si pasien pria ini, aku mulai bertanya-tanya: apa yang membuat perokok begitu terikat pada kebiasaan mereka, bahkan saat tubuh mereka sendiri sudah memohon untuk berhenti?

Jujur, aku merasa nyaman di kamar Mawar. Selain udara yang segar, perawat dan dokter di RS Agung sangat perhatian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun