Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Blogger

Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024 | Juara Favorit Blog Competition Badan Bank Tanah 2025

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Life of Pi: Ketika Harimau Mengajarkan Manusia Bertahan Hidup

8 September 2025   08:18 Diperbarui: 10 September 2025   10:36 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi poster film Life of Pi. (Dok. IMDb via Kompas.com)

Pernahkah Anda menonton film 'Life of Pi'? Film yang diadaptasi dari novel filosofis Kanada berjudul sama karya Yann Martel ini, dirilis pada tahun 2012.

Jika ya, mungkin Anda masih ingat adegan yang membekukan darah, ketika Pi Patel pertama kali berhadapan langsung dengan Richard Parker, seekor harimau Bengal seberat 450 pon di dalam sekoci sempit di tengah lautan Pasifik yang tak berujung.

Dalam sekejap, film karya Ang Lee ini mengubah ekspektasi kita, dari yang awalnya tampak seperti kisah petualangan seorang remaja, menjadi pertarungan eksistensial antara hidup dan mati.

Namun, di balik ketegangan yang mencekam itu, tersembunyi pelajaran yang jauh lebih mendalam: Richard Parker bukan sekadar ancaman, tapi 'guru' yang mengajarkan tentang survival dalam bentuknya yang paling murni.

Saat kita duduk dengan nyaman menonton film tersebut, ada ironi yang menyakitkan: spesies yang mengajarkan Pi (dan kita) tentang ketangguhan dan kelangsungan hidup ini, justru sedang berjuang melawan kepunahan.

Harimau Sumatera, saudara kandung Richard Parker di dunia nyata, kini hanya tersisa dalam hitungan ratusan di alam liar Indonesia.

Mereka yang mengajarkan kita bagaimana bertahan hidup, kini membutuhkan suara kita untuk terus bernapas di bumi yang sama. Inilah saatnya bagi kita berbicara kepada mereka yang tak bersuara.

Insting untuk bertahan hidup

Dalam film 'Life of Pi,' kehadiran Richard Parker memaksa Pi untuk mau tidak mau, menemukan kekuatan dalam dirinya, yang tidak pernah dia ketahui sebelumnya.

Harimau tidak mengenal kata menyerah. Ketika lapar, dia akan berburu. Ketika haus, dia akan mencari air. Ketika terancam, dia akan melawan dengan segala tenaga yang dimilikinya.

Insting survival yang murni ini, menjadi cermin bagi Pi untuk tidak mudah menyerah dalam situasi yang tampak mustahil sekalipun.

Richard Parker mengajarkan bahwa dalam kondisi ekstrem, yang terpenting adalah mempertahankan semangat hidup.

Harimau tidak pernah mempertanyakan nasibnya atau larut dalam penyesalan. Sebaliknya, dia fokus sepenuhnya pada kebutuhan mendesak: makanan, air, dan keamanan.

Sikap pragmatis ini, membantu Pi untuk tidak tenggelam dalam keputusasaannya.

Pelajaran ini relevan bagi kita yang sering menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Dalam situasi krisis, yang dibutuhkan bukan optimisme buta, tetapi tekad yang kuat untuk terus mencari jalan keluar.

Seperti harimau yang tidak pernah berhenti berusaha, kita perlu mengaktifkan insting survival yang sama: tidak mudah menyerah, selalu mencari solusi kreatif, dan memiliki daya tahan mental yang kuat.

Kewaspadaan dan kemampuan adaptasi

Pi belajar, bahwa hidup berdampingan dengan Richard Parker memerlukan kewaspadaan konstan.

Dia harus memahami bahasa tubuh harimau, mengenali tanda-tanda bahaya, dan selalu siap dengan rencana darurat.

Kewaspadaan ini, justru yang membuatnya tetap hidup dan fokus pada tujuan utama: bertahan hidup hingga diselamatkan.

Film ini menunjukkan, bahwa harimau adalah makhluk yang sangat adaptif. Richard Parker mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan di sekoci yang terbatas, berbeda jauh dari habitat alami di hutan.

Meskipun dalam kondisi yang tidak ideal, harimau tersebut tetap mempertahankan karakteristik alaminya sambil beradaptasi dengan situasi baru.

Kemampuan adaptasi inilah yang memungkinkan koeksistensi antara Pi dan Richard Parker dalam ruang yang sempit.

Pelajaran adaptabilitas ini menjadi kunci survival bagi kita. Dalam era yang penuh ketidakpastian, kemampuan untuk cepat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi menjadi sangat penting.

Seperti Richard Parker yang tidak terpaku pada cara hidup lama, kita perlu fleksibel dalam menghadapi tantangan baru: peka terhadap perubahan lingkungan dan selalu siap mempelajari keterampilan yang diperlukan untuk bertahan.

Pragmatisme dalam menghadapi Krisis

Salah satu transformasi paling mendalam yang dialami Pi adalah perubahan dari seorang vegetarian yang berprinsip, menjadi seseorang yang terpaksa berburu dan memakan ikan demi bertahan hidup.

Film ini menggambarkan dengan baik bagaimana Pi belajar meninggalkan idealisme yang tidak praktis demi realitas survival.

Richard Parker mengajarkannya, bahwa dalam situasi kritis, yang terpenting adalah bertahan hidup, bukan mempertahankan prinsip-prinsip yang mungkin tidak relevan dalam konteks darurat.

Harimau dalam film ini digambarkan sebagai makhluk yang sangat pragmatis. Richard Parker tidak membuang energi untuk hal-hal yang tidak perlu.

Setiap gerakan memiliki tujuan yang jelas, setiap keputusan didasarkan pada kebutuhan survival yang mendesak. Tidak ada tempat untuk sentimentalitas atau keragu-raguan dalam dunia survival harimau.

Pragmatisme ini, menjadi pelajaran berharga bagi kita dalam menghadapi krisis kehidupan.

Terkadang situasi memaksa kita meninggalkan cara-cara lama yang tidak efektif dan berani mengambil langkah-langkah praktis yang mungkin tidak nyaman, namun diperlukan untuk kemajuan.

Seperti Pi yang harus mengubah pandangan hidupnya, kita perlu memiliki fleksibilitas moral dan praktis, ketika menghadapi situasi ekstrem yang mengancam kelangsungan hidup.

Berbicara untuk yang tak bersuara: harimau Sumatera

Ironisnya, sementara kita belajar dari Richard Parker tentang survival, spesies karismatik yang menjadi 'guru' bagi kita ini, justru dalam situasi terancam punah.

Data terkini menunjukkan, dalam 40 tahun terakhir, populasi harimau Sumatera hanya berkisar 400-600 ekor, dengan perburuan menjadi penyebab kematian terbanyak.

Menurut catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, harimau Sumatera diperkirakan hanya tersisa kurang lebih 603 ekor di alam liar, yang tersebar dalam 23 lanskap di Sumatera.

Situasi ini semakin kritis mengingat Indonesia telah kehilangan dua subspesies harimau lainnya, yaitu harimau Jawa dan harimau Bali yang telah dinyatakan punah.

Berdasarkan evaluasi implementasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera (STRAKOHAS), upaya konservasi telah mengalami kemajuan melalui kerjasama berbagai komponen baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, LSM, perguruan tinggi, swasta dan masyarakat.

Indonesia kini memiliki 2 pusat penangkaran harimau Sumatera, dan populasi di Taman Nasional Kerinci Seblat diperkirakan 150-180 ekor.

Namun, upaya ini membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat melalui tindakan nyata: mendukung produk ramah lingkungan yang tidak merusak habitat harimau, tidak membeli produk dari bagian tubuh harimau, mendukung organisasi konservasi, dan melaporkan aktivitas perburuan ilegal kepada pihak berwenang.

Kesimpulan

'Life of Pi' mengingatkan kita, bahwa manusia dan hewan liar dapat hidup berdampingan di alam liar, meskipun dalam ketegangan yang produktif.

Pi dan Richard Parker saling membutuhkan untuk bertahan hidup di alam liar, hubungan simbiosis yang mencerminkan realitas antara kita dan harimau Sumatera.

Film ini mengajarkan, bahwa survival bukan hanya tentang diri sendiri, tetapi juga tentang memahami dan menghormati kekuatan alam yang ada di sekitar kita.

Harimau bukan hanya simbol kekuatan, tetapi juga 'guru' yang mengajarkan kita tentang ketangguhan, adaptabilitas, dan pragmatisme dalam menghadapi hidup.

Dengan populasi yang hanya tersisa ratusan ekor saja, setiap tindakan konservasi yang kita lakukan hari ini, akan menentukan apakah generasi mendatang masih dapat belajar dari sang raja rimba atau hanya mengenalnya melalui cerita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun