Pagi itu, Dimas duduk di meja kerjanya dengan tumpukan laporan yang menunggu untuk diselesaikan. Suasana rumahnya cukup tenang, hanya sesekali terdengar suara burung dari halaman. Namun, ketenangan itu pecah ketika ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari istrinya muncul: "Mas, ada duit 50 ribu nggak? Di depan ada bapak-bapak teriak-teriak, kasihan."
Tanpa banyak berpikir, Dimas langsung membalas, "Ambil aja di dompet. Kasih ke bapaknya." Ia merasa lega bisa sedikit membantu orang yang mungkin sedang kesulitan. Membayangkan istrinya tersenyum karena tindakannya, Dimas ikut merasa hangat di dalam hati.
Beberapa menit kemudian, istrinya kembali mengirim pesan. Kali ini, Dimas penasaran dan bertanya, "Emang bapaknya teriak gimana sih?" Ia membayangkan sosok bapak tua dengan suara serak meminta bantuan di depan rumah mereka. Perasaan iba semakin besar.
Balasan pun datang cepat. "Siomay... siomay..." tulis istrinya singkat. Dimas tertegun sejenak, lalu tertawa terbahak-bahak di kursinya. Rasa haru yang tadi ia rasakan berubah menjadi lucu sekaligus konyol. Ternyata, bapak yang berteriak itu bukan sedang meminta belas kasihan, melainkan sedang menjajakan dagangannya.
Sejak kejadian itu, Dimas selalu ingat untuk mendengarkan cerita dengan lebih lengkap sebelum mengambil kesimpulan. Dan setiap kali ia mendengar suara pedagang siomay lewat, senyum otomatis tersungging di wajahnya, mengingat momen sederhana yang penuh tawa bersama istrinya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI