Mohon tunggu...
Bergman Siahaan
Bergman Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Public Policy Analyst

Penikmat seni dan olah raga yang belajar kebijakan publik di Victoria University of Wellington, NZ

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lahirnya Cebong dan Kampret, Fenomena e-Democracy dan Polarisasi Politik

7 Februari 2020   12:14 Diperbarui: 7 Februari 2020   13:29 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penduduk bumi saat ini sebenarnya telah hidup di dua dunia. Dunia nyata dan dunia maya. Dunia nyata adalah kehidupan di permukaan bumi dimana jasmani berada dan dunia maya adalah jaringan internet dimana orang juga bisa berkumpul dan berdikusi secara pikiran, tanpa kehadiran jasmani. Sekat-sekat pemisah di dunia nyata seperti lokasi, jarak, waktu dan status sosial bisa luruh di dunia maya. 

Di internet, orang-orang bisa "bertemu" dan berkomunikasi secara intens meski terpisah jarak yang jauh dan tanpa dipengaruhi status sosial. Aplikasi media sosial ibarat warung kopi atau kafe, dimana orang-orang bertemu untuk ngerumpi atau menggosip.

Perubahan gaya hidup akibat internet itu juga mempengaruhi hubungan antara pemerintah dan rakyat. Aturan protokoler tidak lagi diperlukan jika rakyat bertemu dengan pemerintah melalui internet. Semua orang kini bisa melaporkan peristiwa, mengekspos kesalahan, mengemukakan pendapat, memobilisasi protes, memantau pemilihan, meneliti pemerintah, memperdalam partisipasi, dan mengembangkan wawasan kebebasan.

Membludaknya informasi yang dihantar internet setiap hari membuat semakin banyak orang menaruh perhatian terdahap politik dan ingin terlibat dalam jalannya pemerintahan. 

Eskalasi itu terlihat secara global dalam dua puluh tahun terakhir. Internet yang mudah diakses melalui telepon seluler bahkan mampu menyatukan setiap orang yang tak saling kenal dan merancang pergerakan masif yang terstruktur. Ahli politik Universitas George Washington, Henry Farrel, memaparkan ini dalam bukunya The Consequences of the Internet for Politics (2012).

e-Democracy

Begitulah internet memfasilitasi "demos" (rakyat) untuk menemukan "kratos" (kekuasaan) dengan cara yang lebih mudah dan cepat. Hakikat demokrasi memang pemerintahan oleh rakyat. Bedanya, demokrasi sekarang ini mulai dijalankan dengan pemanfaatan teknologi informasi, sehingga melahirkan istilah e-democracy. Pertanyaan yang merebak kemudian adalah: apakah internet membantu atau justru menciderai demokrasi?

Salah satu alasannya adalah karena suara di internet dengan cepat bisa menjadi mayoritas dan berkuasa membentuk opini publik. Pada saat yang sama, ia bisa pula "melukai" kelompok minoritas, memicu pertikaian sosial atau merubah peta politik bahkan mempengaruhi eksistensi sebuah negara. Padahal berita bisa saja palsu dan opini bisa pula absurd.

Salah satu contoh efek e-democracy di dunia adalah fenomena Arab Spring. Itu adalah peristiwa serangkaian protes terhadap pemerintah yang berujung pada pemberontakan bersenjata di negara-negara Arab pada awal tahun 2010-an. Protes yang bermula dari soal kemiskinan dan rezim yang dianggap menindas rakyat di Tunisia itu merambat dengan cepat ke berbagai negara di sekitarnya melalui media sosial.

Tak lama, kekacauan menyusul terjadi di Libya, Mesir, Yaman, Suriah, Maroko, Irak, Algeria, Iran, Libanon, Yordania, Kuwait, Oman dan Sudan. Pemerintah Mesir dan Libya akhirnya jatuh, sementara Suriah porak-poranda.

Bukan suatu kebetulan bahwa Tunisia adalah negara dengan jumlah pengguna Facebook yang sangat besar di kawasan itu. Begitu pula dengan Mesir yang merupakan pengguna internet tebesar. Meski media konvensional seperti Al Jajeera dianggap turut punya andil dalam fenomena itu.

Polarisasi politik

Setelah internet menguasai segela sendi kehidupan manusia, praktek kebebasan berpendapat semakin menguat. Orang berlomba-lomba mengutarakan pendapatnya dan masing-masing ingin mempengaruhi opini orang lain. Apa lagi sarana yang paling laris untuk menyalurkan hasrat itu kalau bukan blog dan media sosial?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun