Mohon tunggu...
Bergman Siahaan
Bergman Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Public Policy Analyst

Penikmat seni dan olah raga yang belajar kebijakan publik di Victoria University of Wellington, NZ

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lahirnya Cebong dan Kampret, Fenomena e-Democracy dan Polarisasi Politik

7 Februari 2020   12:14 Diperbarui: 7 Februari 2020   13:29 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ternyata, para peneliti telah menemukan indikasi bahwa di dunia maya, orang lebih mudah menemukan orang lain yang sepemahaman daripada di dunia nyata. Itulah mengapa pemisahan kutub di politik pun semakin jelas di masyarakat karena orang yang memiliki pandangan sama akan saling mendukung dan memperkaya informasi, pada saat yang sama menolak informasi dari pandangan yang lain.

Meski internet sangat kaya akan informasi, tetapi manusia memiliki kecenderungan untuk mengonsumsi apa yang dia sukai. Orang akan fokus pada informasi yang menyenangkan bagi kutubnya. Sementara orang yang tidak memihak kutub mana pun biasanya akan berhenti mengonsumsi informasi politik. Karena itu, sebagian besar pengguna internet bisa diidentifikasi pandangan politiknya dengan melihat aktivitas cyber-nya.

Salah satu polarisasi politik yang terlihat jelas ada di Amerika Serikat. Meski sudah terindikasi sejak lama, tetapi politik Amerika semakin terpolarisasi antara kutub Demokrat dan Republik setelah tahun 90-an. Peneliti Adamic & Glance (2005) menunjukkan bahwa blogger politik AS cenderung menjadi bagian dari kelompok yang condong ke kiri atau kanan. 

Peneliti lain, Conover dkk. (2011) juga menunjukkan pengelompokan serupa terjadi di Twitter. Sampai-sampai ada anekdot ketika seorang pemuda bertemu pertama kali dengan ayah dari pacarnya, yang ditanya adalah, "Are you Democrat or Republican?" Status yang seakan dianggap penting seperti pentingnya identitas agama di Indonesia.

Indonesia juga tak luput dari fenomena e-democracy dan polarisasi politik. Setahun setelah pemerintah Libya dan Suriah jatuh, tepatnya sejak pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta pada tahun 2012 silam, media sosial Indonesia mulai ramai dengan diskusi politik dan perang narasi. Iklim sosial, budaya, dan politik Indonesia semakin hangat kala musim Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 berlangsung kemudian berlanjut di Pilgub DKI Jakarta 2017 dan di Pilpres 2019.

Polarisasi politik merambat cepat ke daerah-daerah lain di Indonesia berkat media sosial. Seperti terpisahnya air dan minyak, warga net pun ramai-ramai melakukan aksi unfriend dan unfollow di media sosial. Ini adalah fase dalam proses polarisasi, yaitu pembersihan halaman media sosial dari orang-orang yang tidak sepaham sehingga akhirnya membentuk dua kutub. Cebong dan kampret.

E-Democracy dan polarisasi politik ini sebenarnya bukan terjadi karena semua orang tiba-tiba jadi pengamat politik, tetapi karena internet, terutama media sosial, menjadi amplifier suara-suara pribadi itu ke ruang publik. 

Demokrasi yang dulunya dijalankan dengan senyap di rumah, bilik suara dan gedung legislatif kini dibawa ke jalanan melalui media sosial. Semua orang kini bisa "bersuara lantang", lebih lantang dari megaphonenya orator demonstrasi.

Tampaknya masyarakat bergerak kembali ke sistem demokrasi langsung (direct democracy). Sistem pemerintahan yang sudah ditinggalkan berangsur-angsur sejak beberapa tahun sebelum Tahun Masehi. 

Era dimana rakyat bisa langsung mempengaruhi jalannya pemerintahan dengan memutuskan kebijakan yang diambil pemerintah. Sebuah fenomena menarik dan perlu perhatian sangat besar karena terjadi secara global dan berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Politics is the art of controlling your environment" (Hunter S. Thompson)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun