Mohon tunggu...
Anjar Anastasia
Anjar Anastasia Mohon Tunggu... Penulis - ... karena menulis adalah berbagi hidup ...

saya perempuan dan senang menulis, menulis apa saja maka lebih senang disebut "penulis" daripada "novelis" berharap tulisan saya tetap boleh dinikmati masyarakat pembaca sepanjang masa FB/Youtube : Anjar Anastasia IG /Twitter : berajasenja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang Pernah Menangis 2 Kali

13 Juni 2021   08:34 Diperbarui: 13 Juni 2021   08:40 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://lh3.googleusercontent.com/

Dalam hidupnya, Rio pernah dua kali menangis, yaitu pada saat Eyang Putrinya meninggal serta saat dia harus menahan sakit karena resleting celana jeans-nya macet. Rentang waktu kejadian pun cukup lama, saat dia SMP dan ketika istirahat kemping himpunan jurusan kampusnya.

"Anak laki-laki itu sebaiknya tidak menunjukkan kalau harus menangis," ujar mamanya kala itu. "Kalau terpaksanya menangis, bukan menangis cengeng dan langsung dihapus."

Padahal ketika Rio lahir, konon dokter sempat ragu akan keberadaannya. Hal itu karena sang bayi yang baru lahir tidak menangis sedikit pun sejak dilahirkan dengan selamat. Para medis sempat berpikir ada sesuatu pada Rio karena tidak seperti bayi lain.

Sampai ketika seorang perawat senior menepuk-nepuk bagian pantat si jabang bayi lalu terdengar samar suaranya. Itu pun bukan tangisan seperti biasa, melainkan mirip suara ngeden tertahan. Tapi, menurut dokter dan perawat senior itu, suara ngeden tertahan itu telah menunjukkan bahwa ada tanda kehidupan.

Hari-hari Rio pun dilalui dengan sukacitanya sebagai anak laki-laki pertama sekaligus cucu pertama dari pihak mama papanya. Pertumbuhan Rio demikian baik dan nyaris tanpa kekurangn.

^^^^^

Berita Rio sedang menjalin hubungan dengan Pramita menjadi sebuah berita yang mungkin bisa mengalahkan berita pertunangan artis yang konon membuat kaum laki-laki dan perempuan baper tingkat nasional. Maklumlah, selama ini Rio tidak pernah terlihat bersama perempuan. Teman-teman Rio itu banyak sekali, lak-laki dan perempuan. Sampai ada berita nama Pramita yang terlihat paling sering jalan berdua dengan Rio.

"Status kamu sama Pramita itu gimana sih?" tanya Dino penasaran.

" Ya gitu deh... Dekat saja," Rio menjawab sekadarnya.

"Orang lagi banyak yang ngomongin kamu lho..." tambah Dino.

"Biarkan saja." Rio makin cuek.

"Kok gitu?"

"Lha emang kudu gimana?"

Ganti Dino menaikkan bahunya.

Rio itu seorang pemuda gagah, kadang cuek, sedikit atletis dan bisa musik. Dengan modal itu, rasanya tidak susah menggaet hati seorang Pramita.

^^^^^

"Kita ini dekat sejak masih SD lho, Yo... Kenapa sih nggak terus terang saja padaku tentang hubunganmu dengan Pramita?" tanya Chicha di Caf Coffe Chana sore ini.

Rio menatap sungguh mata indah milik Chicha yang diakui banyak laki-laki memiliki magnet luar biasa dalam memikat lawan bicaranya. Begitu saling menatap, sepertinya Rio mendadak ingin berenang di sana.

Senyum Rio berkembang. "Masih gitu-gitu aja, Cha... Dekat doang kok," jawab Rio pelan.

"Bener?" Chicha berusaha meyakinkan.

Rio mengangguk.

"Katanya nggak ingin pendekatan, ingin langsung nikah saja?"

"Ya mungkin ini jalannya... Kami sangat dekat. Tapi, nggak tahu bisa disebut apa." Rio melemparkan tubuh ke punggung sofa. Dari posisi duduknya ini, Rio kembali melihat mata nan menghanyutkan itu seperti meluruh, sendu. Beda dari beberapa menit sebelumnya.

Hmm...

Kata beberapa teman, Chicha menyimpan sebuah rasa padanya sejak mereka masih kanak dulu. Sayangnya, belum ada kesempatan untuk mengungkapkan itu atau Rio yang pura-pura tidak tahu?

Mendadak Rio jadi sangat betah memandangi Chicha yang kini sedang membuang muka ke arah lain.

^^^^^

Ketegangan ruangan sempat memuncak ketika belum ada tanda kesembuhan. Dokter dan perawat berulangkali harus cek segala alat bantu yang dipasang di sekitarnya. Kesehatan mama tersayangnya memang terus menurun sejak beberapa bulan ini meski segala usaha telah dilakukan bagi kesembuhannya.

Rio pun pasrah.

 Entah keberapa kali pula, Rio melihat adik-adik dan papanya menangis. Bahkan mereka tanpa ragu-ragu menangis di bahu atau dada Rio yang langsung tanggap merangkul lalu menenangkannya. Sementara ia sendiri?

"Anak laki-laki itu sebaiknya tidak menunjukkan kalau harus menangis," suara mamanya selalu terngiang.

Pesan itu terngiang terus di segenap dirinya. Membuat Rio mencoba tegar meski dalam hati terdalamnya ada kesedihan luar biasa atas kondisi orang terkasihnya itu.

Rio bertekad, bisa menyimpan tangisnya dalam hati saja.

Namun, malam ini, Rio nyaris tak kuat. Dia sungguh tidak tega melihat mamanya dipasangi sekian banyak alat. Meski menurut dokter itu hanya untuk sementara, Rio tetap tidak tega. Beberapa keluarga dekatnya yang mungkin menangkap kesedihan terdalam Rio ini mencoba menguatkan. Dirangkul, diuap-usap punggung Rio adalah cara mereka setelah beberapa jam sebelumnya justru Rio yang lakukan buat adik-adik dan papanya.

Sungguh.

Bagaimana mungkin dia bisa melenggang senang, berusaha pura-pura tegar sementara orang tersayang seolah sedang meregang?

Pesan mesra dari WA itu membuat kegundahan Rio seperti dapat obatnya.

Senyum panjang mengiring jari jemarinya membalas WA mesra darinya. "Aku juga rindu, sayang..."

"Mamamu gimana?" tanya si pengirim WA lagi.

"Sudah mulai membaik. Besok pindah ke ruangan biasa," jawab Rio dengan jari jemari penuh keriangan.

"Syukurlah... Aku di sana turut mendoakan biar nggak bisa bezuk mamamu."

"Terimakasih, sayang.... WAmu ini saja sudah menguatkanku lagi." Mendadak segala kesedihan yang sangat ia simpan rapat di hati itu seperti mendadak kering. Kehadiran pesan maya mewakili dirinya itu ternyata mampu menguatkan Rio buat selalu kuat dalam kondisi apa pun.

^^^^^

Nafas lega mulai bisa Rio hembuskan.

Mama tersayang, sudah bisa pulang. Segala alat bantu pun sudah dilepas. Tinggal membuat mama bisa senyaman mungkin agar segera pulih.

"Jadi, kapan mamamu dapat mantu? Siapa tahu dengan berita itu kesembuhan mamamu semakin cepat," tanya pakde serius.

Rio tersenyum tipis. Dalam hati ia memencak hebat.

Heran, dari awal mama masuk rumah sakit, saat sedang parah-parahnya dan hari ini, semua pertanyaan mereka sama seperti yang pakde tanyakan barusan. Memangnya ada jaminan kesehatan mamanya akan sembuh?

Apalagi antara dia dan Pramita juga masih adem ayem saja. Mereka sepakat untuk tidak terburu-buru dan jalani saja semua.

^^^^^

Kalau saat di rumah sakit hari lalu sedihnya bisa diredakan oleh WA mesranya, hari ini justru WAnya membuat kening Rio berubah. Dia berpikir keras untuk membalasnya bagaimana. Padahal di malam sedingin ini, Rio butuh kehangatan dari sesuatu atau seseorang. Dia percaya, dengan sedikit perhatian saja, semua rasa dingin ini pasti akan cepat berlalu.

Ternyata Rio justru mendapat kegundahan luar biasa.

Pesan WAnya kali ini meminta Rio untuk pelan-pelan melupakannya. Melupakan semua yang pernah mereka alami bersama. Padahal hubungan spesial ini belum lama.

Rio merasa hanya sang pengirim WA yang mampu mengerti kebutuhan dan pilihan jiwanya. Dia adalah oase yang selama ini mampu memberikan kesegaran atas banyak hal dalam hidup Rio yang seringkali menimbulkan tanda tanya besar sejak Rio kecil.

Tak banyak kata atau kalimat saat mereka bertemu. Tapi, itu sudah cukup menguatkan Rio atas segala tantangan serta perjuangan hidupnya. Termasuk saat sang mama masuk rumah sakit itu. Rio merasa beruntung memilikinya. Sayangnya, semua seperti berbalik tak karuan, WAnya kali ini kembali membuat pedih bagian terdalam sanubarinya.

"Aku dijodohkan dengan seseorang pilihan mamaku, Rio... Kamu tahu, kalau sudah urusan dengan mama, kita pasti sama tidak mungkin tidak kita pedulikan," tulisnya lagi. "Maka dengan berat hati, aku harus memutuskan hubungan kita. Biarlah kamu menjadi bagian hatiku terdalam yang tak terlupakan. Semoga kamu pun akan mendapat bahagiamu, Rio..."

Rasa hati Rio terasa menendang-nendang dan terasa sakitnya. Tembok kamar adalah salah satu saksi bagaimana Rio mencoba melampiaskan emosi terdalamnya. Tangan kekarnya seolah menurut saja begitu dibenturkan dengan tembok keras. Itu pun masih belum membuat Rio merasa bebas dari segala emosi yang bertumpuk macam ini.

Rasa tak enak itu seperti terlengkapi saat subuh Rio mendapati mamanya kumat lagi. Kali ini lebih serius. Maka segera dibawa lagi ke rumah sakit. Langsung masuk ICU.

Alat-alat bantu yang sudah terlepas beberapa hari lalu, kembali dipasang. Kali ini ada tambahan pesan dari paramedis untuk bersiap akan segala kemungkinan yang terjadi.

Rio keluar dari ruang ICU.

Dia nggak mau menunjukkan kekuatirannya di sana. Biar sang mama tertidur lelap karena obat, Rio tetap tidak ingin memberi nuansa buruk di ruangan itu. Papa dan adik-adik yang juga ada di sana, sudah mulai menunjukkan emosinya. Mereka menumpahkan emosi dengan menangis sejadinya. Beberapa saudara lain menuntun mereka untuk menepi dari ruang ICU.

Dan, di pojokkan dekat tangga, Rio terduduk menyepi sendiri.

Dalam kondisi itu, ia teringat lagi padanya yang biasanya bisa menjadi tumpahan rasa. Dia yang paling mengerti tentang kebutuhan jiwanya selama ini. Tak ada orang lain tahu meski mamanya yang tengah menahan sakit di sana sempat menduga dan bilang padanya.

Demi menghibur diri, Rio membuka HPnya lalu mencari-cari semua folder berhubungan dengan foto-foto mama dan orang yang kini menyita perhatian kepalanya. Sebentar senyum terkias di bibir Rio begitu menemukan keceriaan sang mama tak lama ketika keluar dari rumah sakit tempo hari.

Namun, begitu ia menemukan foto Dino, hatinya kembali bergemuruh kencang.

Matanya tak lepas menatap foto saat mereka sedang saling merangkul bahagia. Apalagi saat jarinya menggeser dan menemukan foto tangan mereka berdua saling tergenggam erat, laksana tak hendak terpisahkan, tapi nyatanya....

Gejolak rasa ini makin menguat.. Kian bergejolak hebat.

Dan, Rio merasakan pelan, ada bulir bening mengalir satu-satu di pipi, menemani dirinya di sudut anak tangga itu. Lalu, begitu saja membuatnya tersedu-sedu. Ada emosi yang sungguh harus ia lepas atas bagian dirinya yang kini hilang...

Sementara di ruang ICU paramedis sedang berusaha sangat atas kondisi mama Rio yang kian turun... Turun..., dan turun...  (anj21)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun