"Katanya nggak ingin pendekatan, ingin langsung nikah saja?"
"Ya mungkin ini jalannya... Kami sangat dekat. Tapi, nggak tahu bisa disebut apa." Rio melemparkan tubuh ke punggung sofa. Dari posisi duduknya ini, Rio kembali melihat mata nan menghanyutkan itu seperti meluruh, sendu. Beda dari beberapa menit sebelumnya.
Hmm...
Kata beberapa teman, Chicha menyimpan sebuah rasa padanya sejak mereka masih kanak dulu. Sayangnya, belum ada kesempatan untuk mengungkapkan itu atau Rio yang pura-pura tidak tahu?
Mendadak Rio jadi sangat betah memandangi Chicha yang kini sedang membuang muka ke arah lain.
^^^^^
Ketegangan ruangan sempat memuncak ketika belum ada tanda kesembuhan. Dokter dan perawat berulangkali harus cek segala alat bantu yang dipasang di sekitarnya. Kesehatan mama tersayangnya memang terus menurun sejak beberapa bulan ini meski segala usaha telah dilakukan bagi kesembuhannya.
Rio pun pasrah.
 Entah keberapa kali pula, Rio melihat adik-adik dan papanya menangis. Bahkan mereka tanpa ragu-ragu menangis di bahu atau dada Rio yang langsung tanggap merangkul lalu menenangkannya. Sementara ia sendiri?
"Anak laki-laki itu sebaiknya tidak menunjukkan kalau harus menangis," suara mamanya selalu terngiang.
Pesan itu terngiang terus di segenap dirinya. Membuat Rio mencoba tegar meski dalam hati terdalamnya ada kesedihan luar biasa atas kondisi orang terkasihnya itu.