Mohon tunggu...
Benyamin Melatnebar
Benyamin Melatnebar Mohon Tunggu... Dosen - Enjoy the ride

Enjoy every minute

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Nightmare Basement

30 Agustus 2021   14:07 Diperbarui: 30 Agustus 2021   15:20 1276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“ Tidak sayang, simpan ilusimu kali ini dan jangan mengarang cerita karena ayah tidak punya waktu untuk itu. Ayah sekarang harus mandi. Ayah ada meeting di kantor. “ Kata ayah tanpa memperdulikan ucapanku.

Ayah berdiri menuju kamar mandi. Aku kesal, karena ayah tidak percaya padaku. Lalu aku terperanjat dengan kondisi piyamaku. Apa ini ada lendir hijau, berarti kejadian kemarin memang benar - benar nyata. Aku merasa pusing karena memikirkan aroma busuk yang aku hirup semalam. Aku turun dari tempat tidur ayah, keluar dari kamarnya lalu menyusuri lorong dan menaiki tangga menuju kamarku. Menyambar handukku dan menuju kamar mandi dan menyalakan shower. Aku membersihkan tubuhku dengan detail, karena aku tidak sengaja bersentuhan dengan pria yang batuk dan di tangannya penuh dengan lendir hijau menjijikkan itu. Setelah selesai membersihkan diri, aku keluar kamar. Menuruni anak tangga dan melewati lorong sebagai perantara ruang makan, ruang tamu dan kamar ayahku. Kemudian menuju kamar ayahku. Menunggunya ganti pakaian. Aku harus menunjukkan pada ayahku kejadian ini. Aku tidak bisa tinggal diam, pikirku. Ayah telah siap dengan seragam coklatnya. Ia baru saja mencukur kumis tipisnya. Itu lebih baik, karena terkadang ia terlihat menyeramkan dengan kumisnya itu, pikirku.

“ Ayah ada yang mau aku tunjukkan pada ayah. “ Aku berkata. Aku menarik jari-jari tangannya yang kasar dan kokoh, kemudian keluar dari kamarnya, menyusuri lorong dan mengajaknya menuju dapur. Sesampai di dapur aku berdiri tepat di atas ubin dan menginjak ubin coklat yang dapat memicu pintu rahasia ruang bawah tanah terbuka. Aku injak sekali, tidak ada tanda apa-apa. Sekali lagi, ternyata tetap sia-sia saja. Tidak ada yang terbuka. Apakah aku bermimpi semalam, pikirku.

“ Ini benar ayah, seharusnya pintu ini terbuka. “ Ucapku.

“ Tidak ada pintu ruang bawah tanah, sayang. Ayo kita sarapan. “ Kata ayahku. Ayah memegang tanganku dan mengajakku ke ruang makan

“ Tapi ini, benar Yah. Aku tidak bohong “. Aku tetap berusaha meyakinkan ayahku. Tetapi ayah tidak perduli, segera Ia mengambil nasi dari rice cooker dan mengambil satu telur mata sapi dari sebuah piring ceper. Aku langsung berkata, “ aku tidak lapar. “


“ Rifki, ayah tidak punya waktu untuk omong kosong kamu ya! Ayah ada meeting pagi ini! “ Bentak ayah. Aku kesal dan merasa tidak bersemangat. Memang sih aku lapar, tapi masih sedikit kesal sama ayah. Dengan ogah - ogahan aku menimba nasi dari rice cooker dan mengambil dua telur mata sapi kesukaanku yang sudah disiapkan ayah. Ketika asyiknya aku dan ayah menyantap sarapan. Aku melihat sekelebat bayangan di ruang tamu. “ Siapa disana! “ Aku berteriak. “ Kenapa Rifki, tidak ada apa – apa disana. Ayo lanjutkan sarapanmu. “ Ungkap ayahku.

“ Tapi, tadi aku lihat ada bayangan di ruang tamu yah. “ ucapku keras. Ayah hanya melihatku agak lama dan menunjuk ke arah makananku supaya aku segera menghabiskan makananku. Ayah mengambil teko transparan berisi air jeruk hangat diisi di gelasnya dan menaruh teko itu supaya dekat dengan jangkauanku. Kemudian aku mengambil teko itu dan mengisi juga di gelasku. Ayah berdiri dari kursinya, menuju dapur dan menaruh piring kotornya di tempat cucian piring. Ia kembali ke ruang makan. Memposisikan dirinya supaya sejajar dengan diriku. Ia membelai kepalaku, maafkan ayah yah tadi sudah berbicara keras sama kamu, ayo kemari peluk ayah. “ Ucap ayahku lembut.

Aku berdiri dari kursiku dan memeluk ayahku. Ayah berkata, “ ayah sayang Rifki, cuma Rifki satu-satunya harta Ayah di dunia, ayah tidak mau Rifki sedih. Jangan sedih ya sayang. “ Kemudian Ia mencium leherku bertubi-tubi

Aku kegelian dan mulai tertawa tak henti-hentinya. Kemudian aku menggelengkan kepalaku ke Ayah dan berkata, “ aku tidak sedih yah, I love you too, even more and more. “ merangkulnya dan mencium pipi ayahku. Ayah berdiri menuju ruang tamu, duduk di sofa dan mengambil sepatu boot favoritnya, yang dipadankan dengan sepasang kaos kaki hitam bergaris. Kemudian dikenakannya. Sepatu itu memang cocok untuk kerja dan juga untuk santai. Ayah membuka pintu ruang tamu dan berangkat kerja dengan menaiki motornya. Kemudian ia melambaikan tangannya padaku, akupun membalas dengan melambaikan tangan padanya.   

Aku menutup dan mengunci pintu. Lalu berjalan menuju ruang makan dan melanjutkan kembali sarapanku. Aku mengambil sambal botol dan menuangkannya di atas kedua telur gorengku. Aku mengunyah makananku kembali dan menelannya sambil memikirkan kira-kira apa yang akan aku lakukan setelah sarapan. Tiba-tiba aku mendengar ada yang buka pintu ruang tamu. “ Ayah, apakah ada yang kelupaan? “ Tidak ada suara balasan. Perlahan aku berjalan mengendap-endap menyusuri lorong dan menuju ruang tamu. Pintu ruang tamu dalam keadaan terbuka. Bodoh sekali aku, apakah aku lupa mengunci pintu ruang tamu, pikirku. Tidak, aku tidak lupa. Aku sudah menguncinya tadi, pikirku lagi.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun