Mohon tunggu...
Benyamin Melatnebar
Benyamin Melatnebar Mohon Tunggu... Dosen - Enjoy the ride

Enjoy every minute

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Nightmare Basement

30 Agustus 2021   14:07 Diperbarui: 30 Agustus 2021   15:20 1276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku menjawab, “ baik yah, jangan malam – malam ya pulangnya. “ Aku berlari menuruni tangga dan menyusuri lorong untuk menuju kamar ayahku. Ayah sudah berganti pakaian dengan shorts dan baju olah raga yang menonjolkan otot-otot lengannya yang kokoh. Ia memakai sepatu sport yang sangat keren. Dan aku juga punya versi juniornya untuk sepatu itu. Hehehe. Ayah membuka pintu, melakukan pemanasan lalu mulai berlari.  

Bab X

Ayah Pulang Lebih Awal

Kemudian aku menutup dan mengunci pintu, mengunci jendela dan membantingkan diri di sofa sambil menyalakan remote televisi. Setelah bosan menonton acara televisi yang itu – itu saja. Aku mematikan televisi dan segera menyusuri lorong dan menaiki anak tangga menuju kamar mandiku dan segera menyalakan shower. Pegal kurasakan di seluruh tubuhku, aku mengeringkan tubuhku dan mengambil pakaian bersih di lemari dan bersandar sejenak di tempat tidur. Pikiranku melayang dan berusaha memecahkan teka - teki ini. Aku keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Aku mendapati seorang anak sedang duduk di kursi di ruangan makan.

“ Roni, apakah itu kamu? “ Ungkapku pelan. Sosok yang nampak tidak nyata itu tiba-tiba menangis dan perlahan satu - persatu anggota tubuhnya terlepas dari tubuhnya. Pemandangan itu sangat mengerikan. Tubuhnya mengeluarkan darah dan bau busuk, aku tidak tahan berada di dekatnya. Kemudian aku membuka pintu dan aku terperanjat kaget, Maman, Ridwan dan Dodi yang adalah ketiga kuli bangunan pak Ilham sedang di berdiri depan pekarangan rumahku. Masing-masing dari mereka membawa celurit, pisau belati dan botol minuman keras yang dasarnya telah dipecahkan. “ Hei bocah, semalam kamu nguping pembicaraan kami ya? ” Kata Ridwan dengan nada kasar. Aku mulai bergidik ngeri. Dengan terbata - bata aku mengatakan, “ tidak dan aku tidak mengerti pembicaraan apa ya pak, maksudnya ? ” Berpura – pura tidak mengerti apa yang sedang dibicarakannya.

“ Sudah tidak usah pura-pura.” Kata Maman. Aku semakin ngeri, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku. Aku bisa saja dibunuh didepan rumahku, pikirku. Sungguh mengerikan. Tiba - tiba aku melihat seorang anak keluar dari semak-semak dari pekaranganku. Itu adalah arwah Roni, jujur saja wajahnya sangat mengerikan. Dari matanya keluar darah kental, di sekujur tubuhnya penuh dengan luka-luka dan bernanah, tangan kirinya lepas dari lengannya, pahanya lepas dari pangkal paha. Tiba – tiba Roni merangkak menuju ketiga kuli bangunan yang sedang menggila untuk mencoba membunuhku. Ketiga kuli bangunan itu lari tunggang langgang dan berteriak, “ Setaaaaannnnnn !!! ” Aku bersyukur karena Roni telah menolongku. Aku masuk ke dalam rumah dan segera mengunci pintu, aku segera menuju ruang makan dan mencari apakah ada makanan yang bisa aku santap untuk mengganjal perutku, sebelum makan malam.     


“ Rifki! “ Suara dari balik pintu ruang tamu. “ Thanks God, “ Ucapku. Ayah akhirnya tiba dari olah raga sorenya. Ia mengetuk pintu. Aku berlari menyusuri lorong menuju ruang tamu. Membuka slot pintu ruang tamu dan berteriak, “ ayah. “ Ayah terlihat sangat kelelahan dan tubuhnya berkilat, bersimbah keringat. Ia kemudian membuka kaos kaki dan sepatu sportnya. Aku senang sekali dengan kedatangan ayah, lalu aku menceritakan secara mendetail kejadian yang baru saja aku alami. Ayah berkata dan merasa heran mengapa ketiga kuli bangunan itu ingin menyakitiku. Ayah bertanya apakah aku baik-baik saja. Aku menjawab tentu saja, karena aku tadi di tolong oleh Roni. Ayah mempercayai keseluruhan ceritaku tapi tidak percaya tentang kemunculan Roni dari semak-semak pekarangan rumah, itu adalah omong kosong. Pikirku, ya sudahlah kalau ayah tidak percaya. Ayah sangat marah dan mengatakan, bahwa ia tidak akan tinggal diam dan melaporkan ancaman ketiga kuli bangunan pada polisi. Ayah memutar nomor telepon polisi terdekat dan menjelaskan kejadian yang baru saja aku alami kepada polisi. Tapi ayah berkata bahwa, ia membutuhkan bukti untuk menjebloskan mereka ke dalam penjara atas usaha percobaan pembunuhan terhadap diriku. Setelah bekata demikian, ia bersender sejenak di sofa dan menghela nafas panjang.

Ayah menaruh sepatu dan kaos kakinya di rak sepatu yang ada di ruang tamu. Lalu menyusuri lorong dan menuju dapur. Mencuci tangan, kemudian mengambil sayuran segar dan sekerat daging dari kulkas. Mencuci sayuran dan merendam daging sapi itu. Ayah akan memasak makan malam untuk kami berdua. Aku mengambil kursi kecil dan duduk di meja dapur yang berada di pojok dapur. Aku akan menonton ayahku memasak, ia sangat piawai dalam memasak. Ayah membuka lemari gantung yang berada di atasnya. Mengambil sebuah wadah berisi bumbu dapur. Memilihnya, lalu mencucinya. Kemudian mengambil panci, mengisinya dengan air mentah yang ditadahnya dari keran tempat pencucian piring. Ia menaruh panci itu ke atas kompor dan menyalakan kompor. Lalu mengambil talenan dan memotong daging berukuran dadu, yang telah ia rendam dalam air. Memotong cabai, bawang dan beberapa bumbu dapur lainnya. Meraciknya lalu memasaknya. Ayah sangat cekatan, hanya membutuhkan waktu satu jam saja. Ayah sudah selesai memasak.

Ayah menaruh masakannya di dalam sebuah mangkuk keramik berwarna putih bercorak bunga mawar berwarna merah di bagian pinggirnya dan menyuruhku menaruhnya di ruang makan. Aku membawa dua piring berisi sayur dan semur daging yang dibuat ayah, lalu menyusuri lorong dan menaruhnya di ruang makan, lalu menaruh panci – panci kotor di tempat cucian piring. Tanpa diperintah ayah, aku mencuci semua perlengkapan masak ayah. Dan ayah membersihkan kompor dengan lap basah. Dan juga membersihkan meja di dapur karena kotor oleh minyak dan bumbu dapur. Ayah mengambil sampah yang sudah penuh kemudian menyusuri lorong dan menuju ruang tamu untuk membuang sampah yang sudah penuh itu ke bak sampah yang ada di pekarangan rumah kami. Saat ayah menuju ruang tamu, aku mendengar ada yang terseok - seok di belakangku. Aku tidak mau menoleh ke belakang, itu pasti Roni. Aku berkeringat dingin dan tidak konsentrasi dalam mencuci piring. Sesosok itu mendekatiku lalu menempel di telingaku. Aku hampir berteriak seketika Tetapi tidak sampai dua menit, ayah telah kembali dan menaruh tempat sampah di tempatnya. Syukurlah, pikirku. Mahkluk halus itu tiba - tiba menghilang, karena kemunculan ayahku. Aku meneruskan mencuci perabotan memasak ayah, setelah itu pasti ayah akan mandi.       

Aku memegang tangan kiri ayah. Ayah berkata, “ kamu ini, selalu saja ikut ke mana ayah pergi. “ Aku tidak memperdulikannya. Ayah menutup gorden jendela kamarnya. Kemudian Ia membuka celana dan baju olah raganya melemparnya ke keranjang kotornya. Dan meninggalkanku sendirian karena segera masuk ke kamar mandi.  Aku duduk di meja kerja ayah, yang berada tepat di samping tempat tidurnya. Kemudian menyalakan komputer ayah.

Aku senang menghabiskan waktu bermain game di komputer ayah, daripada di laptopku sendiri. Butuh dua menit supaya screen dapat menyala dengan sempurna. Tiba – tiba microsoft outlook milik ayah terbuka secara otomatis dan ada ketikan muncul di layar: “ Tolong, tolong aku. “ Aku merasa kaget, karena aku tidak mengetik apapun. Karena takut, aku langsung menekan tombol on / off supaya komputer segera shutdown. Layar komputer kemudian menjadi gelap. Tetapi aku tiba - tiba tersontak kaget, karena komputer tiba - tiba menyala secara otomatis dan outlook kembali terbuka dan ketikan: “ Tolong, tolong aku. “ Ketikan itu berulang –ulang tampil di sana hingga menjadi sebuah paragraph panjang. Aku menekan tombol on / off  kembali dan segera beranjak dari kursi yang berada di depan meja kerja ayah. Aneh dan tidak masuk akal.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun