Mohon tunggu...
Benyamin Melatnebar
Benyamin Melatnebar Mohon Tunggu... Dosen - Enjoy the ride

Enjoy every minute

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Nightmare Basement

30 Agustus 2021   14:07 Diperbarui: 30 Agustus 2021   15:20 1276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“ Aku yakin, aku harus mendapatkan hartanya dan setelah itu kita akan menikah kan Nazril. Kamu tahu bahwa aku tidak pernah mencintai Ilham, Ilham hanya seorang pria bodoh yang berkantong tebal. “ Ucap Nyonya Ifa dengan nada menggoda, sambil kepalanya di senderkan ke dada Pak Nazril. 

Aku melihat Roni berdiri di belakang kamarnya, memperhatikan dengan baik gerak-gerik dan percakapan antara pak Nazril dan ibu tirinya, Nyonya Ifa. Tanpa sengaja, siku Roni menyenggol rak kecil yang berada tepat di belakangnya dan menjatuhkan keramik kucing kecil berwarna coklat dan “ praannnggg. “  Keramik itu pecah tercerai berai.

Mata nyonya Ifa terbelalak kaget dan melihat Roni berada di belakang kamarnya. Nyonya Ifa naik pitam karena Roni berada di sana cukup lama dan mendengarkan pembicaraan mereka. Nyonya Ifa dengan nafas terengah-engah karena merasa marah, segera mengambil kampak pak Ilham yang terletak di depan pekarangan rumahnya dan menuju ke arah Roni. pak Nazril berusaha melindungi Roni supaya tidak dibunuh. Kedua tangannya berusaha mencegah nyonya Ifa. Dalam penglihatan yang samar-samar itu, tiba-tiba pak Ilham, ayah Roni muncul. Ia memukul kepala istrinya nyonya Ifa, karena melihat perselingkuhan terkutuk itu secara langsung. Nyonya Ifa jatuh terjerembab ke lantai. pak Ilham mengambil kampak dari genggaman nyonya Ifa, lalu mengayunkan kampak itu ke pak Nazril. Pak Nazril mampu mengelak sabetan kampak yang diayunkan pak Ilham. Untung tak dapat di raih, malang tak dapat dihindari. Sabetan kampak mengenai kepala Roni putranya. Pak Ilham, panik karena tidak sengaja membunuh putra kandungnya sendiri. Hal itu membuat ia semakin naik pitam, ia mencabut kampak yang menghujam tubuh Roni dan menyabet secara membabi buta, yang mengakibatkan tangan Pak Nazril terputus, lalu membacok leher Pak Nazril. Seketika itu juga pak Nazril jatuh, bersimbah darah dengan kepala yang hampir terputus dan juga tangan terputus. Pak Ilham menggendong istrinya yang pingsan ke ruang tidur mereka.

Masih dalam penglihatanku. Dengan kepanikan teramat sangat, pak Ilham mengunci pintu ruang tamunya. Lalu memotong jenazah Roni dan Pak Nazril menjadi beberapa bagian. Untuk menutupi bukti. Setelah membaginya ke dalam beberapa plastik. Ia mulai ke empang, menguburkan bagian kepala dan tubuh Roni. Membawa potongan pahanya dan jari – jari Roni yang telah di masukkan ke dalam plastik hitam dan jenazah pak Nazril yang telah di potong, dimasukkan ke dalam karung dan menyeret potongan-potongan tubuh itu ke ruang bawah tanah rumah pak Nazril dan menguburkannya di sana. Lalu pak Ilham membersihkan setiap noda darah yang tercecer dan menyembunyikan semua barang - barang bukti. Kampak di cuci dan di taruhnya di dalam bagasi mobil Honda jazz yang terpakir di depan pekarangan rumahnya. Pakaian kerja yang terkena darah di mana-mana, di bungkus dan dimasukan ke dalam plastik. Lalu pak Ilham mengganti pakaiannya dan mengenakan pakaian yang casual dan membawa potongan kaki serta tangan Roni ke tengah hutan belantara dan menguburkan sisa potongan jasad Roni, kampak, pakaiannya yang berlumuran darah di sana.

 Nyonya Ifa siuman satu jam kemudian setelah kepalanya dipukul oleh suaminya. Pak Ilham pulang ke rumah dan nyonya Ifa, sambil berlinangan air mata memohon maaf kepada pak Ilham karena telah berselingkuh. Ia mengatakan bahwa hubungannya dengan Nazril sudah berakhir. Nyonya Ifa bertanya di mana Roni. Sepertinya akibat pukulan ke punggungnya yang cukup keras, nyonya Ifa lupa bahwa ia yang ingin membunuh Roni. Dengan santai, pak Ilham mengatakan bahwa Roni tadi minta diantarkan ke rumah temannya di desa sebelah. Karena besok ada kemping untuk anak-anak pramuka. Aku shock, terperanjat menyaksikan penglihatan itu. Aku berpikir, pasti Roni sangat ketakutan saat sabetan kampak ayahnya mengenai dia. Pak Nazril pun harus menutup usia di saat ingin menyelamatkan diri, sungguh tragis. Aku tidak tahu apakah dari kejadian ini aku harus melaporkan kepada polisi atau tidak. Karena aku harus menemukan sisa tulang Roni, baru kasus ini bisa diungkapkan pada polisi.

Aku melihat dari kejauhan. Roni tersenyum padaku. Sebenarnya hal inilah yang ingin diperlihatkannya padaku. Aku menaiki anak tangga, seketika pintu ruang bawah tanah tertutup. Aku sontak kaget dan berteriak, “ Roni, bukannya aku sudah mendapatkan penglihatan itu dan aku akan membantumu mencari tulang-tulangmu. Lalu apa lagi. “ Tiba – tiba di anak tangga tempatku berpijak, di penuhi oleh berbagai jenis ular. Aku tidak mampu melihatnya. Lalu aku melihat Roni dari kejauhan. Sekonyong - konyong ada ular berwarna coklat kehitam - hitaman keluar dari kedua indera penciuman Roni, dari telinganya keluar dua ekor ular pohon berwarna hijau dan dari mulutnya keluar ular piton. Bola mata Roni seketika keluar dari tempatnya dan menggelinding. Ular yang keluar dari mulut Roni, turun ke bawah dan menyantap kedua bola matanya dan menelannya begitu saja.


Tiba - tiba Roni berjalan mendekatiku, ia meronta – ronta kesakitan. Matanya mengeluarkan darah dan bisa kulihat dengan jelas ada belatung dan cacing kecil di seputar area matanya. Dari tangan-tangannya keluar belatung berbau anyir dan cacing-cacing tanah keluar dari pori - pori kulitnya. Sekejap tangan Roni lepas dari tungkainya. Punggung Roni terbelah menjadi dua, paha dan kakinya lepas dari pangkal pahanya, begitupula jari-jarinya pun lepas dari tangannya. Itu belum seberapa, tangan dan jari-jari Roni merangkak perlahan menaiki tubuhku. Aku merasa jijik bercampur ngeri, aku berusaha menghalau jari dan tangan itu menaiki tubuhku. Aku berusaha beranjak dari tempatku berdiri. Aku berusaha menaiki anak tangga dan menghindari ular yang melingkar-lingkar di mata kakiku. Aku berlari dengan cepat menaiki anak tangga dan sampai pada pintu ruang bawah tanah.

Aku menggedor-gedor pintu itu dan berteriak minta tolong. Memohon pada ayah supaya membukakannya dari luar. Tiba – tiba pintu terbuka dan ayah berada di balik pintu, aku memeluknya. Aku takut sekali Yah. Agak aneh menurutku. Karena ayah terasa sangat dingin, wajahnya terlihat membiru. Ayah berjalan dengan tatapan kosong, menyusuri lorong dan menuju ke ruang tamu. Ayah duduk di sofa dan aku mengikutinya dari belakang. Ayah yang duduk di sofa tiba-tiba memegang kepalanya dan mencabut kepalanya dan menaruhnya tepat dipangkuanku. “ Tidakkkkk. “ Teriakku ditengah malam memecah keheningan. Tubuh ayah sekonyong-konyong meluber dan menjadi cairan kental. Aku bergidik ngeri dan perasaanku bercampur aduk. Aku beranjak dari kursi ruang tamu, berlari menyusuri lorong dan menaiki anak tangga, Sekejap aku dikagetkan dari belakang oleh sebuah suara parau seorang Bapak-bapak, Wajahnya mengerikan seperti serigala jadi-jadian. Hampir seluruh wajahnya membusuk dan nafasnya berbau busuk. Aku merasa sangat jijik dan ketakutan. Lututku gemetaran, jantungku berdegup kencang. Sekonyong-konyong permukaan tangga menjadi licin dan aku terjatuh ke dasar lantai. sangat gila, pikirku. Berapa kali aku harus mengalami kejadian mengerikan seperti ini. Kakiku sangat sakit dan ngilu, sulit bagiku untuk berdiri, aku masih shock dengan kejadian demi kejadian yang sangat mengerikan ini.

Saat aku berdiri, aku melihat pria itu lagi ia mengejarku dan aku mengambil langkah seribu. Berlari melewati kolam di tengah dan sampai pada pojokan ruangan ini. Aku terduduk, karena tiba-tiba kakiku kram. Lalu tanpa sengaja tanganku menekan sebuah batu dan seketika terbuka sebuah ruangan rahasia lagi. Apa ini, pikirku. Aku masuk ke dalam, aku berharap pria tua menyeramkan itu akan meninggalkanku. Ada sebuah pemandangan yang sangat indah dan artistik di dalam ruangan itu. Ada beberapa ukiran indah dan tiga buah arca terindah yang pernah kulihat. Sebuah lukisan bergambar dua wanita Belanda dengan pakaian zaman Renaisance. Luar biasa indahnya pikirku. Aku berjalan sejenak dan menikmati betapa damainya tempat ini. Aku melewati beberapa tikungan dan terlihat dari kejauhan tulang-tulang tengkorak berserakan. Ya Tuhan, apa itu. Apakah ini tulang-tulang Roni dan pak Nazril ? pikirku dalam hati.

Aku keluar dari ruangan itu dan saat kuperhatikan. Semua tampak normal, tidak ada yang mengerikan seperti ular ataukah dua sosok yang mengerikan itu. Aku berlari menaiki anak tangga yang jumlahnya ratusan. Sesampai di ujung tangga teratas, aku merasa excited karena pintu ruang bawah tanah yang berhubungan dengan dapurku tidak tertutup. Aku segera keluar dari sana. Berlari menuju lorong dan menaiki anak tangga. Aku segera masuk ke kamarku. Masuk ke kamar mandi dan menyalakan shower, aku memikirkan bagaimana hal – hal yang menjijikkan terjadi di ruang bawah tanah. Aku harus membersihkan tubuhku. Saat aku hendak mengambil sabun cair. Aku memegang sebuah benda lunak, saat aku mengambilnya, aku memegang sebuah tangan manusia yang hampir membusuk dan seketika dari langit-langit kamar mandiku berjatuhan cacing – cacing tanah dan belatung berukuran besar mengenai tubuhku. Aku kaget dan segera meloncat keluar dari kamar mandi. Waktu yang aku habiskan untuk mandi dan membersihkan tubuhku, menjadi sangat percuma. Aku merasa sangat jijik dengan apa yang baru saja kualami. Aku keluar dari kamar mandiku, membuka pintu kamarku, menuruni tangga dan menyusuri lorong untuk mandi di kamar mandi bawah.  

Bab XII

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun