Yang paling memprihatinkan adalah dampaknya pada generasi baru musisi Indonesia. Cholil Mahmud dari Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) dengan lantang menyebut kondisi ini akan membuat anak muda takut menjadi musisi. "Bagaimana mau belajar musik kalau takut digugat pencipta lagu?" katanya getir.
Di sisi lain, para pencipta juga bukan tanpa alasan. Dengan royalti recehan, bagaimana mereka bisa hidup? Bagaimana mereka bisa produktif mencipta karya baru kalau hak ekonomi dasarnya saja tak terpenuhi?
Solusi yang Tak Kunjung Datang
LMKN sebagai lembaga yang seharusnya menjadi jembatan justru dituding sebagai sumber masalah. Bahkan wacana pembubaran LMKN muncul lantang dari para komposer. Tapi benarkah seluruh kesalahan ada di LMKN?
Yessy Kurniawan dari LMKN menyebut, banyak promotor konser yang tidak taat membayar royalti. Bahkan ada 135 konser yang belum membayar royalti mereka. LMKN mengaku telah melakukan teguran hingga somasi, tapi tak semua bisa dibawa ke ranah hukum karena dana operasional terbatas. Upaya menggandeng Polri agar konser yang belum melunasi royalti tak mendapat izin pun belum membuahkan hasil.
Akibatnya, pencipta lagu tak dapat royalti, penyanyi dikejar tuntutan, promotor bersilat lidah, dan publik hanya bisa menyaksikan pertunjukan musik yang berubah menjadi drama ruang sidang.
Jalan Tengah: Sistem Hibrida
Pakar hukum seperti Prof. Muhammad Hawin dan Rianda Dirkareshza menawarkan solusi bernama sistem hibrida. Sistem ini memungkinkan dua mekanisme berjalan berdampingan: blanket license untuk yang tetap percaya pada LMKN dan direct license bagi pencipta yang ingin mandiri.
Ini solusi paling realistis. Tapi syaratnya dua: aturan harus diperbaiki, dan jangan ada penerapan surut. Artinya, kesalahan atau pelanggaran sebelum aturan baru ditetapkan tak boleh dijadikan dasar tuntutan hukum.
Rencana revisi UU Hak Cipta pun kini mulai digodok, digerakkan oleh inisiatif dari DPR dan pemerintah. Tapi revisi saja tak cukup. Yang lebih dibutuhkan adalah transparansi, integritas, dan komitmen semua pihak---dari LMKN, pencipta, penyanyi, hingga promotor.
Musik untuk Hidup, Bukan untuk Bertikai