Prinsip ini sejalan dengan berbagai putusan MA yang menekankan tanggung jawab pejabat publik atas kebijakan yang keliru, meskipun tidak terdapat bukti adanya niat jahat secara eksplisit. Yurisprudensi ini mencerminkan perkembangan hukum yang mengarah pada pertanggungjawaban struktural dalam jabatan publik, di mana kelalaian yang mengakibatkan kerugian negara dapat dipertanggungjawabkan secara pidana.
Mengapa Mens Rea Tidak Selalu Diperlukan dalam Tipikor
Dari Perspektif Teori Hukum
Positivisme hukum, sebagai salah satu aliran utama dalam teori hukum, memandang bahwa hukum adalah apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan yang sah. Menurut perspektif ini, selama suatu perbuatan melanggar ketentuan hukum yang tertulis, maka perbuatan tersebut dapat dipidana, tanpa harus melihat pada niat pelaku. Inilah yang menjadi dasar pembenaran bagi pemidanaan tindak pidana korupsi meski tanpa niat jahat yang eksplisit.
Dalam konteks perkembangan hukum pidana modern, konsep tanggung jawab struktural dalam jabatan publik muncul sebagai bentuk baru dari strict liability. Strict liability adalah pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan, di mana seseorang dapat dipidana semata-mata karena telah melakukan perbuatan yang dilarang, tanpa perlu membuktikan adanya kesalahan (Hukumonline).
Meskipun strict liability dalam konteks umum belum banyak diterima dalam sistem hukum pidana Indonesia, untuk tindak pidana tertentu, termasuk korupsi, konsep tanggung jawab struktural dapat diaplikasikan, terutama bagi pejabat publik yang memegang jabatan strategis. Konsep ini mengandaikan bahwa pejabat publik memiliki tanggung jawab yang lebih besar dan standar kehati-hatian yang lebih tinggi dibandingkan warga biasa, karena keputusan mereka berdampak pada kepentingan publik dan keuangan negara.
Dari Perspektif Psikologi dan Tanggung Jawab Jabatan
Dari perspektif psikologi hukum, pejabat publik tidak dapat bersembunyi di balik dalih ketidaktahuan atau sikap pasif. Ketika seseorang menerima jabatan publik, ia juga menerima tanggung jawab untuk bertindak dengan kehati-hatian tinggi dan memastikan bahwa kebijakannya tidak merugikan negara.
Konsep tanggung jawab mental kolektif dan "mens rea by position" menekankan bahwa berdiam diri atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil oleh seorang pejabat publik juga merupakan bentuk kelalaian aktif. Dalam konteks ini, mens rea tidak perlu dibuktikan sebagai niat jahat yang eksplisit, melainkan dapat diinferensikan dari kelalaian struktural yang dilakukan seseorang dalam kapasitasnya sebagai pejabat publik.
Gayus Lumbuun menyamakan hal ini dengan kasus kecelakaan lalu lintas: "Kita tidak pernah berniat membunuh orang dengan kendaraan, tapi jika kita lalai dan itu menyebabkan kematian, maka hukum tetap berjalan. Ini soal tanggung jawab, bukan hanya soal niat." (Sudutpandang.id).
Preseden dan Alasan Efektivitas Hukum
Korupsi modern seringkali bersifat sistemik dan tidak selalu melibatkan quid pro quo langsung atau aliran uang tunai ke rekening pribadi. Korupsi dapat terjadi melalui kebijakan yang memberikan keuntungan kepada pihak tertentu, meskipun si pembuat kebijakan tidak menerima imbalan langsung.
Dalam konteks ini, pembuktian niat seringkali mustahil dilakukan karena tidak ada bukti fisik atau transaksi langsung. Oleh karena itu, diperlukan konstruksi tanggung jawab berdasarkan jabatan dan akibat. Pendekatan ini memungkinkan penegak hukum untuk menjerat pelaku korupsi sistemik yang lebih canggih, di mana bukti transaksi langsung sulit ditemukan.
Preseden ini penting untuk menjaga efektivitas penegakan hukum dalam memberantas korupsi modern yang semakin kompleks. Tanpa pendekatan ini, banyak kasus korupsi sistemik akan lolos dari jerat hukum karena sulitnya membuktikan niat jahat secara eksplisit.
Analisis Kasus Tom Lembong: Kelalaian Berbuah Kerugian Negara
Tom Lembong, sebagai mantan Menteri Perdagangan, menduduki posisi strategis dalam sistem perizinan impor. Dalam kapasitas ini, ia memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebijakan impor yang dikeluarkannya sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak merugikan negara.