Solidaritas dari Layar Ponsel: Pesan Makanan, Pesan Perlawanan
Di tengah panasnya aspal Jakarta, ribuan pengemudi ojek online (ojol) berbaris, mengangkat suara yang lama terkubur. Mereka menuntut tarif yang adil, perlindungan kerja, dan pengakuan martabat. Namun, apa yang paling mengejutkan dari gelombang protes ini bukanlah jumlah massa, melainkan dukungan yang datang dari luar negeri---dari Malaysia, Singapura, hingga Thailand.
Caranya? Bukan dengan spanduk atau orasi, melainkan dengan pesanan makanan digital.
Para aktivis dan warganet di kawasan Asia Tenggara memesan makanan melalui aplikasi Gojek dan Grab, lalu mengarahkan pengirimannya langsung ke titik aksi di Indonesia. Satu klik, satu nasi kotak, satu bentuk solidaritas. Sederhana, tapi sarat makna: "Kami mendukungmu, meski kami tak ada di sana."
Asia Tenggara: Luka yang Sama
Fenomena ini membuka mata bahwa perjuangan pengemudi ojol Indonesia bukan masalah lokal semata. Para pengemudi di Kuala Lumpur, Manila, Bangkok, hingga Ho Chi Minh City menghadapi kenyataan serupa: upah rendah, jam kerja panjang, dan perlindungan yang nyaris nihil.
Status "mitra" yang disematkan perusahaan platform hanyalah selubung. Faktanya, mereka bekerja tanpa kepastian. Pendapatan bisa turun drastis hanya karena algoritma mengubah pola distribusi order. Mereka harus menanggung biaya bensin, perawatan motor, hingga risiko kecelakaan---tanpa ada jaminan.
Solidaritas lintas negara ini sesungguhnya adalah pengakuan: nasib pekerja gig economy di Asia Tenggara adalah luka kolektif. Dan kali ini, luka itu disorot bersama.
*
Pesan Digital, Gaung Global