Lalu bagaimana dengan hak-hak terhadap karyawan? Apakah akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal?
Terdapat jumlah karyawan yang bekerja di PT Sritex Tbk sebanyak 50.000 orang dan secara paralelisasi tentu akan berdampak kepada anak-istri dan pemasok.
Sesuai dengan statement dari Pemerintah dalam hal ini kementerian Tenaga Kerja yang diwakili Oleh Wakil Menteri pada saat kunjungan ke PT Sritex beberapa hari setelah dilantik, menyatakan bahwa tidak ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Sritex . Bahkan Wamen menyatakan jangan khawatir dengan tenaga kerja yang bekerja di Sritex karena Pemerintah akan hadir.
Melalui pernyataan tersebut semua karyawan menjadi antusias menyikapinya karena yang pasti tidak ada PHK dan mereka akan tetap dijamin memiliki pekerjaan yang selama ini sudah berpuluh tahun ditekuni.
Selanjutnya tentu memerlukan strategi yang harus diambil guna mewujudkan tidak ada PHK dan ini berarti perusahaan harus terus eksis melaksanakan operasi perusahaan dengan segala kondisi yang dihadapi.
_*Strategi Penyelamatan Tenaga Kerja Dari PHK_*
Kendati Pemerintah sudah menyatakan tidak akan ada PHK terhadap karyawan PT Sritex Tbk. dan Presiden telah menugaskan beberapa Menteri Koordinator untuk mengambil langkah-langkah pasca PT Sritex Tbk dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang, namun karena perusahaan ini merupakan perseroan (Terbuka) perlu langkah-langkah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, demikian halnya bagi pemerintah yang hadir dalam menjamin tidak ada PHK.
Barang kali secara sederhana yang perlu dipetakan adalah mengindentifikasi kondisi, prospek kedepan dan tingkat keberlanjutan untuk memperoleh keuntungan sebagai perusahaan prifat.
Untuk memperoleh gambaran tersebut ada baiknya dilakukan indentifikasi melalui empat pendekatan yaitu kondisi saat ini, prospek kedepan, tingkat pengembalian dari return yang dihasilkan dan resiko (CPRR). Pendekatan tersebut sekali lagi dilakukan sederhana sebagai berikut:
(1) Condition : jelas dan nyata bahwa perseroan saat ini dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang yang tentu saja merupakan kondisi yang sangat riskan karena beban utang yang tidak bisa diselesaikan secara baik. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kondisi jangka pendek maupun jangka panjang yang kurang baik dilihat dari sisi likuiditas  maupun solvabilitasnya.Â
Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan antara total utang dengan total asset yang dimiliki. Dari data menunjukkan total utang sebesar 25 triliun rupiah hanya dijamin dengan total asset 9,68 triliun rupiah sehingga terjadi negatif solvabilitas. Ini menunjukkan kondisi yang menghawatirkan.