Kelompok  inti terlihat jarang melakukan aktivitas untuk meninggalkan blok. Beberapa kelompok kecil baik ditugaskan maupun atas keinginan pribadi fokus pada  kegiatan  pembinaan dari lapas. Dapur Umum, Berjualan makanan di kantin umum, atau memutari blok. Pembinaan pelatihan kerja di kelas pertukangan atau Binatu. . Disini mereka melakukan pengenalan medan.
Manajemen individual siap tempur yang strategis sehingga mereka pada umumnya cukup disegani di lingkungan Rutan atau Lapas. Cara kerja sistematis, aktivitas yang sangat tertutup, mengenali medan lokasi, personel dan juga akses pada piranti pendukung.
Over Kapasitas Rutan dan Program Deradikalisasi Napiter oleh BNPT yang Belum Berjalan Baik
Warga  binaan yang jauh melebihi kapasitas menjadi problem klasik di setiap Rutan atau Lapas di Indonesia.  Kenyamanan menjadi nomer sekian bagi warga binaan, karena ruangan yang terbatas. Ini menjadi berbanding terbalik dengan tenaga pengawas yang bertugas  yang menjaga mereka. Disini meski  ketat pengawasannya, sedikit sulit untuk terus menerus melakukan profiling penuh 24 jam pada tiap warga binaan.
Satu hal yang  sangat disayangkan adalah program deradikalisasi Napi Terorisme oleh BNPT yang belum berjalan di Mako Brimob. Hal ini juga menjadi satu faktor lain dimana mereka narapidana 'baru' terorisme yang mungkin semula hanya sekedar simpatisan malah  berbaur secara langsung kepada para grup garis keras atau mereka yang sudah terlebih dahulu masuk, dan otomatis terekspos ancaman  doktrinasi  secara terus menerus.Â
Pembaiatan untuk kesetiaan dan penanaman ideologi lebih lanjut yang didukung rasa kebersamaan komunal sepenanggungan pun lebih mudah terjadi dan dilakukan. Identitas keyakinan dan faktor either with us or against us menjadikan mereka yang baru tak banyak pilihan.
Meski demikian, Abu Tholut, mantan terpidana kasus terorisme Jamaah Islamiyah yang sempat mendekam di Lapas Kedungpane, Semarang pun menjelaskan bahwa didalam Lapas kini para terpidana kasus terorisme terbagi dua golongan: Mereka yang Pro ISIS dan yang tidak.  Bisa dibaca selengkapnya disini
Teori dan asumsi yang bisa dipertimbangkan, mengingat satu kerusuhan belum lama lalu di 2017 pun menjadi catatan. Namun sebaliknya, mereka setiap hari memang siap untuk  tempur. Tekanan psikologis dan banyak faktor lain pun sangat bisa menjadi pemicu insiden  semula kecil  yang kemudian dengan mudah ter-eskalasi secara cepat.Â
Komando yang rapat, dan kebencian pada aparat, pengenalan medan yang akurat menjadi faktor lain pemicu insiden pada waktu itu. Dan jangan lupa tentang akses mereka  ke garasi kerja, dapur dan lainnya. Senjata tajam atau alat lainnya dapat mereka kolek disini.  Membobol dinding sel atau jeruji besi untuk menguasai blok dan kemudian mendapat akses ke ruangan strategis lain sangat bisa mereka lakukan.