Ada satu hal yang tak terlihat tapi sangat nyata dalam hidupku: overthinking. Ini bukan sekadar “banyak pikiran,” tapi lebih seperti berada di dalam labirin yang tak berujung—di mana setiap jalan membawa pada pertanyaan baru, keraguan baru, dan ketakutan yang seolah tak ada habisnya.
Aku pernah mengira ini hal biasa. Semua orang pasti punya momen-momen ragu. Tapi seiring waktu, aku menyadari pikiranku terlalu sering memutar ulang hal-hal yang sudah terjadi, atau membayangkan hal-hal yang bahkan belum tentu terjadi. Aku bisa merasa sangat cemas hanya karena satu kalimat yang aku ucapkan kemarin. “Apakah aku terdengar bodoh? Apakah mereka tersinggung? Apakah aku merusak semuanya?”
Malam hari adalah saat terberat bagiku. Ketika tubuhku sudah lelah dan kontradiktif dengan situasi dunia yang mulai tenang, pikiranku justru bekerja lebih keras. Aku sering berbaring dengan mata terbuka, menatap langit-langit, dan menonton pikiranku memutar semua kemungkinan, semua kesalahan, dan semua skenario terburuk yang bisa terjadi. Di pagi hari, aku bangun lelah—bukan karena kurang tidur, tapi karena semalaman bertarung dalam kepala sendiri.
Sampai akhirnya aku sampai di satu titik di mana aku merasa benar-benar hancur. Aku duduk sendiri di sudut kamar, merasakan sesak yang sulit dijelaskan. Tidak ada yang benar-benar salah dalam hidupku saat itu. Tapi aku merasa kosong, bingung, dan sangat jauh dari diriku sendiri. Itulah saat pertama kalinya aku sadar: ini bukan hanya tentang terlalu banyak berpikir. Ini tentang bagaimana aku memperlakukan diriku sendiri.
Dari situ, aku mulai belajar. Aku tak ingin terus hidup seperti ini. Jadi aku mencoba hal-hal kecil. Aku mulai menulis jurnal. Bukan untuk menghasilkan tulisan indah, tapi sekadar menuangkan apa yang ada di kepala. Ternyata, menuliskannya membuat semuanya terlihat lebih sederhana. Aku juga mulai belajar berhenti menuntut kesempurnaan. Tidak semua hal harus berjalan sesuai rencana. Tidak semua keputusan harus tepat. Dan yang paling penting: aku tidak harus memikirkan semuanya sekarang.
Aku belajar berkata kepada diri sendiri: “Tidak apa-apa jika kamu belum tahu jawabannya. Tidak apa-apa jika kamu tidak sempurna hari ini.” Dan itu menjadi mantra kecil yang perlahan menenangkan pikiranku.
Hari ini, aku masih sering overthinking. Tapi bedanya, aku tidak lagi membiarkan pikiran itu mengendalikan hidupku. Aku mendengarnya, mengakuinya, lalu berkata, “terima kasih sudah mengingatkanku, tapi aku ingin istirahat dulu.”
Untuk kamu yang juga sedang berada dalam perjalanan ini, aku ingin kamu tahu satu hal: kamu tidak sendiri. Dan kamu tidak lemah hanya karena kamu sering merasa cemas. Justru, bertahan di tengah pikiran yang riuh seperti itu adalah bentuk kekuatan yang luar biasa.
Overthinking memang bisa melelahkan, tapi kamu jauh lebih kuat dari apa yang kamu pikirkan. Tidak semua pertanyaan harus dijawab sekarang. Tarik napas. Satu hari dalam satu waktu. Kamu bisa melewatinya, seperti aku juga terus berusaha setiap harinya.
Yang ingin aku sampaikan adalah, kita tidak perlu merasa cemas dengan masa depan. Namun bukan berarti kita tidak berusaha, karena poinnya adalah kita menikmati setiap proses yang dijalani, dan percayalah serta yakin bahwa hasilnya akan datang dan sudah ada di tangan Tuhan.