Mohon tunggu...
Nirwan Suparwan
Nirwan Suparwan Mohon Tunggu... -

lahir di Kepulauan Selayar, sementara menempuh pendidikan D4 akuntansi sejak tahun 2010 hingga 2014 insyaallah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ayah, Biarkan Aku Bicara

17 November 2015   11:19 Diperbarui: 17 November 2015   13:24 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Kisah ini aku tulis untuk mendedikansikan pada keluarga anda. Bahwasanya kita saling membutuhkan satu sama lain. Kisah ini aku ramu dalam sebuah keluarga yang hidup berkecukupan tapi di dalamnya tidak tercipta hubungan yang harmonis antara ayah dan anak . Cerita ini hanya karangan fiktif.

Kisah ini tentang keluaga bapak Ali (Ayah), Rika (mama), Wan (anak II), Boby (Anak Ke III). Sementara anak pertama tidak perna disinggung dalam kilasan cerita karena diposisikan sudah berkeluarga dan sudah tidak serumah dengan orangtuanya.

 Kesibukan sudah menjadi rutinitas keluarga kecil pak Ali, sebagai seorang manajer disalah satu perusahaan BUMN di kotanya membuatnya harus meluangkan banyak waktu di kantor dan urusan kantor. Tidak jarang harus pulang larut malam karena lembur dan urusan kantor yang mengharuskannya dinas di luar kota. Sedangkan sang istri, ibu Rika tak kala sibuknya sebagai seorang dokter spesialis di rumah sakit plat merah membuatnya harus banyak meluangkan waktu melayani pasien yang membutuhkan waktunya.

Waktu itu Wan masih berumur 12 tahun. Sejak dilahirkan, rasanya hanya sedikit waktu luang untuk bisa bersenggama dengan orangtuanya yang serba sibuk dengan pekerjaannya. Walaupun masih duduk dibangku Sekolah pertama tapi dirinya sudah sadar akan rutinitas keduaorangtuanya. Boby yang masih berumur 7 tahun dan masih kelas 2 di sekolah dasar lebih banyak menghabiskan waktunya dengan kakaknya. Hari minggu yang kata sebagian orang mengenalnya dengan istilah weekend untuk berkumpul bersama keluarga hanya menjadi simbol belaka. Tapi suatu waktu peristiwa besar menimpa sang kakak (Wan). Wan mengalami kecelakaan saat pulang dari sekolahnya dan tak sadarkan diri selama 2 hari terbaring di ruang ICU. Saat kejadian itu, barulah sadar kedua orangtuanya terutama ayahnya. Pada saat anaknya masih koma, ayahnya berdo’a untuk memperhatikannya, membahagiakannya,  dimudahkan dan anaknya selamat dari masa kritisnya. Sebuah mukjizat datang dengan pertolonganNYa, wan sadar dan dengan suara yang lemas mengatakan “ayah” dari bibirnya.

 

**Satu minggu kemudian

Wan bahagia sekali, kasih sayang yang selama ini di dambakan ternyata menjadi kenyataan, tapi ternyata sayangnya kasih sayang tersebut mempunyai limit waktu. Minggu pertama setelah kembali dari rumah sakit, keduaorangtuanya shift-shifan hanya untuk menjaga dan mengontrol kondisi kepulihan anaknya. Minggu itu, kondisi Wan sudah normal seperti sebelumnya walaupun masih ada bekas luka memar di sekitar pipih dan tangan kirinya. Begitu juga masih ada perban yang menempel di keningnya bagian kanan atas. Siang harinya, keluarga kecil ini akan mengadakan syukuran dengan makan siang bersama di salah satu mall untuk merayakan kesembuhan anaknya. Awalnya, semuanya tampak baik-baik saja. Mereka memesan satu meja untuk keluarga mereka. Belum selesai makan, sepertinya Wan sudah tidak ada di kursinya. Katanya “hanya ingin melihat-lihat,” tapi belum juga muncul batang idungnya. Keduaorangtuanya panik dan khawatir terjadi apa-apa dengan anaknya yang baru saja sembuh. Pak Ali spontan beranjak dari tempat duduknya dan segera mencarinya kemana-mana.

Beberapa menit kemudian baru Wan ditemukan olah ayahnya berdiri sambil melihat-lihat daftar film yang akan tanyang di konter bioskop XXI mall tersebut. Muka ayahnya merah padam seakan-akan ingin menghantam anaknya dengan pukulan saking kesalnya.

“pulang” dengan nada tinggi dan muka yang penuh kesal sambil menarik lengan baju anaknya keluar konter. 

Semua sorot mata tertuju pada ayah dan anak lelaki itu. Wan hanya bisa tertunduk malu dihadapan para pengunjung yang ada dalam ruangan itu. “Ayah, maafin wan, aku tidak bermaksud membuat ayah marah. Ayah,,,, sudah lama kita tidak nonton bareng, bisakah kita nonton? Katanya ayah ingin memberiku kado. Kalau bisa kado itu untuk nonton film kesukaanku yah.?” Tapi sang ayah tidak mengubris perkataan anaknya yang penuh harap dan jawaban “iya” dari ayahnya.

“Tidak, ayah capek skali hari ini. Tau tidak?? Ayah sama mama sudah panik mencarimu kemana-mana, tapi ternyata kamu pergi sesukamu tanpa meminta izin sama mama-papamu. Kamu kira apa yang kamu lakuin itu benar???”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun