Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Merigold

27 November 2022   13:58 Diperbarui: 27 November 2022   14:00 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image from pixabay.com

Saya melihat sekilas, ketika perempuan itu lewat. Tubuhnya semampai rambutnya emas terurai dia berkelebat seperti angin, demikian kilat.
Itu Merigold!

Mataku mencoba melepas koran di tanganku, menelusur pandang melalui kaca kafe, tapi perempuan itu telah musnah ditelan pedestrian membuat hanya udara tersisa.

Kau mengenalnya, kawan? Tanya saya.
Hhhh.. bagaimana mungkin kau tak mengenalnya? Jawabnya.
Saya menggeleng, meraih gelas lalu mereguk.

Demi Tuhan! Merigold adalah perempuan sempurna di kota ini dan kau sama sekali tak hirau?
Hei! Sungguh aku tak mengetahuinya! Sahut saya.
Lelaki planet mana yang ada di seberangku ini? Kawan saya menggerutu.

Lalu?
Apa?
Merigold! Desak saya.
Paras lelaki di depan saya berkerut, dia mengambil sigaret memerahkannya lalu meniup nikotin ke langit-langit.

Perempuan indah berona keemasan. Dia impian segala lelaki, kau tau heh? Tapi..
Tapi apa?
Kudengar nasibnya tak seberuntung keelokkanya.  Banyak pria menghamba, namun semua ditepiskannya. Bahkan beberapa bunuh diri membawa cinta separuhnya ke liang lahat. Maaf aku merinding!
Sobat saya memandang dengan mata kosong.

Apakah kau salah satunya? Tanya saya.
Dia mengambil udara panjang dan menghempaskannya. Dia tak menjawab, hanya kepalanya sedikit merunduk. Aku mencintainya demi hidupku! Jawanya lirih.
Lalu kami terdiam beberapa saat, saya tidak merasakan apa-apa tentang kedahsyatan yang menimpa kawan satu ini.

Apakah dia kerap lalu lalang bagai tadi? Tanya saya penasaran.
Sekali waktu, Merigold hanya berkelebat...

Dan hari mulai pecah barangkali jam sepuluh lima belas, waktunya matahari naik lebih tinggi.
Maaf aku lanjut! Kata saya permisi.
Lelaki friend itu diam tidak bergerak dan saya bangkit meninggalkannya kerna interval brek kopi sudah selesai.

Saya pun keluar kafe dan separuh berlari menuju office yang berjarak seratus meter. Meneruskan kerja untuk sebuah kota sepi yang baru dua bulan ini saya lakoni.

Merigold? Segaris pikiran hinggap di kepala ketika saya meletakkan bokong saya di ruang kerja, sekilas mencoba meremind sekelebat perempuan itu, namun hanya blur. Selanjutnya saya lebih terbenam dalam pekerjaan.

Pukul delapan malam saya keluar kantor, cuaca sedikit beku lampu lampu jalan kota bernyala redup, seperti membiarkan kemurungan, namun saya sendiri mulai terbiasa bahkan menyukai atmosfer kota ini, populasi yang kecil, tenang dan lambat tanpa gesa.

Saya kembali masuk ke kafe untuk mengambil makan malam, cahaya jendela-jendelanya lebih cerah dari jalanan yang temaram membikin kafe ini seperti mentari kota. Saya mengambil meja dan memesan steik, tidak banyak orang tapi itu baik, sehingga lantunan audio musik terdengar lebih kalem. 

Dan saya pun mulai menyantap empal rempah berkuah dengan lahap, tanpa jeda sampai tandas. Enak sekale! Saya bergumam, mungkin kerna lambung saya kerontang. Saya meraih teh panas berawarna oranye dan mereguknya habis, wedang yang khas beraroma tajam ini memang menjadi ciri khas kota mungil ini. Dan saya mengambil rokok putih, membakarnya dan melepas asapnya bergulung.

Anda begitu menikmatinya!

Satu suara merdu menyeruak dari tengkuk saya, bersamaan bau wangi keras yang menyeruak, aroma yang saya kenal dari teh oranye yang baru saja saya nikmati.
Dan sekelebat seorang lady telah berpindah ke hadapan saya.

Ah! Anda lelaki baru disini?
Ah! Tidak, tidak! Aku pikir lumayan waktunya! Jawab saya sedikit patah.
Merigold! Perempuan itu menyerahkan lengannya dan saya menyambutnya dengan kecupan di punggung jemarinya.

Boleh duduk?
Ah, tentu saja! Jawab saya menguasai situasi.
Anda mengenal Jon dengan baik rupanya? wanita itu memulai kata.
Jon? Ah, kupikir memang dia temanku satu-satunya di kota ini.

Lelaki-lelaki lain?
Maaf aku tidak banyak mengenal lelaki lain selain Jon. Balas saya.
Aku pikir Jon terlalu lembut, bukan begitu? Tanya Merigold langsung ke dalam mata saya. 

Dan saya tak siap untuk merespon, apa urusan dengan kelembutan seorang Jon. Saya membalas mata Merigold, perempuan ini begitu indah, dengan cekungan pipi dan tirus dagu dan gerai rambut yang jatuh keemasan. Saya masih menatap p anjang, hingga jenjang lehernya, ramping bahu dan kelentikan lengan dan jemarinya. Jon benar, Merigold begitu sempurna demikian idaman. Dan saya mulai berpikir untuk tidak menolak untuk mematuhinya.

Mmm.. bisakah kita berbincang lebih dalam? Merigold mengajak dengan suara merdu. Saya hanya mengangguk tanpa lepas pandang. Lalu kami berdua berdiri, bergandengan melangkah keluar kafe cahaya.

Bagai kekasih lama kami berjalan berdekatan, menjelang jalan kota dengan sinarnya yang berkurang, tetapi Merigold? Dia seperti bersinar sendiri, berona emas menafikan cahaya kusam lampu-lampu kota. Kami berjalan menyusur pedestrian dengan cahaya campuran emas-oranye, seperti bola sinar hingga menerangi jalan-jalan yang mati cahaya menjadi ikut benderang.

Sementara saya masih sempat menoleh kafe, terlihat beberapa lelaki melangkah keluar bersamaan menatap kami yang berjalan seperti spot filem.

Saya pun masih sayup mendengar ocehan para pria itu.
Lihatlah! Merigold telah datang kembali  untuk memilih seorang  lelaki!
Saya sendiri sudah tak hirau lagi, ketika kami sudah tiba di sebuah kebun yang dipenuhi bunga berwarna emas dan jingga, dan saya juga tidak lagi peduli dengan nasib kawan saya Jon, apakah dia tidak seberuntung saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun