Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Transaksi

2 September 2021   14:27 Diperbarui: 2 September 2021   14:33 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber dari pixabay.com

Apakah kau mau menjual?

Aku menoleh sekejap, lalu berhenti untuk menatap pedagang tua yang duduk dibelakang timbangannya yang berwarna emas. Pedagang itu sendiri  memakai baju emas, wajahnya bersih bercahaya, sinar matanya lembut tapi tajam.
Aku sendiri, berdiri dan merasa ragu, bukan kepada 'merchant' itu melainkan meragu kepada diriku sendiri. Membuatku melewatinya sembari membungkukan dada tanda hormat.

Kulihat ada beberapa pedagang serupa yang seakan bersiap menerima tawaran, bahkan ada beberapa orang yang sedang bertransaksi.

Adakah anda bersiap menjual?
Sorang 'Merchant' bercincin berlian rubi menggapai ku, kembali ku menggeleng menolak dengan halus. 

Maaf saya harus memikirkannya kembali. Maaf! Jawabku meninggalkannya. Meski mengalami penolakan, pedagang  berjubah biru nyala itu tetap tersenyum tanpa kehilangan garis-garis bijak pada rautnya. Entahlah rasanya ada damai ketika melihat para pedagang ini, mereka sepertinya pilihan yang buatku seperti impian untuk bisa  menjadi seperti mereka.

Hei! Berapa kau dapat? Seorang asing memegang bahuku. Aku berbalik untuk menatapnya.
Maaf, saya tidak menjualnya! Kataku.
Apakah kau sudah menyelesaikan transaksi? Aku melanjutkan tanya.
Mmm.. sudah! Jawabnya seperti tidak ingin aku mengetahuinya.
Oke! Semoga berhasil! Tukasnya singkat, lalu kakinya melangkah cepat meninggalkan ku.

Aku menghela udara panjang, sembari memperhatikan beberapa orang yang sedang bertransaksi. Mereka rata-rata berwajah tegang, proses transaksi berlangsung di masing-masing meja berhadapan dengan sebuah timbangan di antara mereka berdua, penjual dan pedagang.

Aku melihat, pertama mereka menimbang debu, orang yang menjual  mengeluarkan debu dari tubuhnya dan diletakkan di salah satu sisi lempeng timbangan, kemudian sang pedagang menyeimbangkan dengan anak timbangan emas yang diambil dari dalam kotak di mejanya. Selanjutnya, debu demi debu harus terus ditambahkan sampai  ketika telah mencapai ekuilibrium, sang 'Merchant' mencatatnya dalam buku tebalnya.

Kau harus memberikan filmnya! Perintah pedagang.

Penjual di hadapannya terlihat resah namun menuruti. Dia mengambil film dari tubuhnya dan memberikannya. Ku lihat film itu seperti lapisan tipis, demikian tipisnya seperti kulit pelindung tubuh. Pedagang itu dengan tekun mengamati film, lembar demi lembar, seperti tak hendak terlewat sekejap pun. 

Setelah itu dilakukan, pedagang membaca daftar nilai tukar , lalu memberikan nilai pembayaran sesuai harga pasar. Nilai itu diperlihatkan kepada penjual, dan dijelaskan bahwa itulah nilai yang pantas diperolehnya.

Selesai! Tutup sang pedagang mengakhiri transaksi.

Aku mendekati orang yang selesai itu. Berapa nilai transaksi kali ini? Tanyaku.
Susah! Susah sekali naik harganya! Jawabnya tergesa.
Kau lebih baik mempersiapkannya! Dan jangan ada drama! Tambahnya menasehatiku.
Dan kau tau? Mereka menimbangnya dengan sempurna dan begitu pelit! Dia menambahkan.

Setelah orang itu berlalu, aku merenung lebih jauh, sekarang atau nanti, kupikir aku sudah mengambil pilihan yang harus ditukarkan. Hanya satu hal, apakah setelah semuanya ini menjadi layak dengan tawaran yang diajukan, sekecil apapun nilainya, harusnya itu menjadi kebahagian yang tidak terukur dari seluruh kehidupan yang dipilih di bumi.

Lalu aku memutuskan untuk menjualnya, setelah matahari hampir menyentuh cakrawala. Sementara para 'Merchant' itu terlihat semakin indah di timpa garis-garis warna lembayung bola matahari yang rendah.

Ah! Akhirnya kau memutuskan juga? Kata orang bijak itu. 

Aku mengangguk sambil mengambil duduk di depan timbangannya. Pedagang itu melihatku dengan wibawa yang melekat, lalu lengan indahnya bergerak mengambil anak timbangan dan menaruhnya di lempeng sisi timbangannya.

Silakan! Lembut suaranya dia mempersilakanku memulai.

Perlahan ku keluarkan genggam debu demi debu yang kutaruh di piring timbangan sisi lawan dari anak timbangannya. Dan ternyata debu milikku masih terlalu ringan sementara anak timbangan di lawannya sama sekali tak beranjak naik.

Silakan! Pedagang itu memerintahkan lagi.

Ku keluarkan semua persediaan debu yang tersimpan di tubuhku, naik ke piring timbangan sisiku. Namun masih saja jomplang, anak timbangan hanya terangkat setengah, sementara  semua debu milikku sudah ku tumpahkan. Pedagang mengambil buku dan mencatat.

Silakan filmnya! Desaknya.

Lalu aku memberikan lembaran film-film yang ku simpan dan dia langsung menelitinya. Sudah semuanya? Tanyanya. Sudah, Sir! Sudah dari seluruh milikku. Jawabku memastikan. Dia membacanya lapis demi lapis yang segera setelah selesai lalu kembali membaca catatannya. 

Cukup lama dia membuatku menunggu, sebelum memutuskan harga yang diberikan, lalu orang bijak itu mendekatkan wajahnya ke wajah ku. Dia berbisik pelan,

Kau sudah yakin untuk menukar hidupmu?

***
Setelah hari itu aku seperti tidak pernah pulang lagi. Tapi di malam itu, aku melihat istriku menunggui ku semalaman dan mengangkatku kesesokan harinya ke tempat yang tidak pernah ku ketahui. Tampak seseorang pedagang yang sudah ku kenal, dia mendekat istriku untuk meminta semua drama-drama yang telah kubuat selama ini. Istriku memberikannya dan pedagang itu menukarnya dengan hanya satu drama. Ini hasil transaksinya! Satu drama surga! Katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun