Engkau harus turunkan hujan! Perintah Candy.Â
Dia pun mengikat kantung penuh awan lalu menuruni lembah di tanah yang menjorok serupa atap, tubuh segarnya terlindungi, lalu ia meniupkan udara hangat ke awan yang digenggamnya, sehingga awan itu mencair. Dilepaskannya ikatan yang serta merta air mengalir jatuh membasahi bumi.
Emak di bawah, yang baru saja usai menjerang pakaian, berlari tunggang langgang menyongsong jemuran.
Hujaan..!! jeritnya. Ibu uzur itu pontang panting mencabuti kain dari kawat yang melayang.
Candyyy... jangan kau buat jatuh air disini! Teriaknya ke atas awan. Namun sang gadis terlalu  lambung sehingga hanya angin yang terdengar menderu.
Menjelang sore Candy turun gunung, semua tubuhnya menggigil kedinginan, dari cakrawala Maknya sudah menanti gundah. Â Hujan terlalu panjang hari ini, terang saja, Candy menumpahkan bergalon-galon kondensat hujan.Â
Maknya berlari menyongsong princess semata wayang sambil mengibarkan selimut tebal. Bentangannya disambut pelukan Candy sampai tubuhnya beralih hangat. Kemudian ibu beranak itu berdekapan saling menyeret langkah masuk ke dalam pawon. Mak terkasih telah memasak rawon, kesukaan Candy.
Makasih ya Mak! Cetus Candy sambil mengunyah suapan besar nasi berlauk rawon setan. Rasa pedasnya membuat tubuhnya berkeringat, segar dan melayang. Pikiran di kepalanya yang cupet menjadi nyala bohlam. Mak tersenyum lalu mengelus perut anak gadisnya.
Kenyang, Nak? Tanyanya. Si gadis lincah mengangguk.
Aku tidur dulu, Mak! Capek!
Lalu besok kau tak perlu ke awan, bukan?
Aku tetap harus naik, Mak! Sahut Candy sambil berjalan separuh tidur. Maknya hanya menatap lebih cemas. Â