Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang Meludahi Pekerjaannya Sendiri

16 Januari 2019   13:56 Diperbarui: 16 Januari 2019   14:00 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Selepas dua bulan ini Dudi acap diserang  gejala aneh didalam rongga mulutnya.  Muncul rasa ingin meludah yang kadang tak tertahan. Laju produksi air liur di mulutnya begitu melimpah tanpa bisa dikendalikan. Membuatnya sebentar sebentar meludah.

Sebagai nara sumber pakar, sangatlah mengganggu, apalagi disela kegiatannya yang banyak berkiprah didalam panel panel perdebatan dan diskusi. Kadang didalam live, pengarah program terpaksa merujuk kameraman untuk shoot over, guna memberi kesempatan Dudi menyeka busa liur yang meluber di kedua sudut bibirnya.

Dudi menyadari bahwa ihwal yang mengganggunya ini harus segera di tindak lanjuti dan perlunya bantuan guna mengatasi sindrom yang menjengkelkan ini.

Hasil konsultasi yang dijalani, menyatakan bahwa itu gejala normal yang bisa saja terjadi kepada lansia.  Untuk itu Dudi mendapat obat hisap yang berguna untuk menyerap air liur yang berlebih yang dimasukkan mulut  pada saat  gejala ngeces timbul.

Aktivitas Dudi kembali mulus, tidak lagi terkendali oleh rasa kurang percaya diri atau rasa tidak nyaman saat perform di acara acara debat baik live atau offshow. Menjadi hal mudah pula jika ditengah diskusi ketat, Dudi tinggal menguntal obat hisapnya dikala emosionalnya meningkat. Dudi pun kembali moncer.

###  

Waktu pemilihan nasional tersisa tak sampai sepuluh hari lagi. Bisnis acara debat dan perbincangan mulai menguasai putaran waktu produktif khalayak. Tak terkecuali Dudi. Undangan debat dan ulasan yang kental politik mulai memadati jadualnya. Ketatnya jam demi jam harus berpindah program yang berurutan membuatnya fatik dan setres.

Penggunaan obat hisapnya mulai ngawur tidak terkendali. Dudi mengalami overdosis. Perutnya membusung dan mual, kepalanyapun ikut ikutan berputar dan bicaranyapun gagap. Penyakit lamanya kambuh. Air ludahnya kembali tak terbendung bahkan lebih membandel, meski sudah menghisap obat beberapa sekaligus.  Mulutnya mulai sering meludah bahkan dalam hitungan setiap lima nemit.

Ini bukan lagi trauma mulut atau perkara gisi palsu, ada kemungkinan indikasi gangguan intelegensia, begitu intervensi yang diperoleh dari laman terpercaya. Dan Dudi berniat merujuk ke konselor kejiwaan.

###

Dudi duduk menunggu di ruang lobi konselor. Gelisah.  Sebentar sebentar beranjak. Meludah ketempat sampah. Berkali kali tak terhitung. Dia menanti lama. Menunggu, meludah. Meludah menunggu. Begitu seterusnya.

Didalam ruang dingin sang konselor jiwa tekun membaca file riwayat  Dudi.

Semenjak awal karir Dudi di jawatan negeri, catatan diri yang menjabarkan kinerja baik. Prestasi dan karir yang beriringan menunjukan seorang Dudi adalah pegawai yang termasuk diantara sedikit orang dengan kemampuan  diatas rata rata.

Sampai di puncak karirnya yang lumayan mulus, yaitu deputi anggota kabinet di departemen strategis, Dudi terhentikan, alias dipensiun. Selain usia, juga atas kebijakan superiornya menempatkannya  diakhir kursi jabatannya.

Konselor berpindah meneliti berkas lain Dudi.

Pasca  purnakarya, Dudi ternyata juga bernas. Mewujud menjadi pakar dan nara sumber cetar, pemikiran dan pendapatnya, terlebih menyangkut penyusunan dan pelaksanaan kebijakan negeri, banyak didengar, dihampir segala arena format diskusi dan debat.

Dudi diperhitungkan sebagai pakar, nara sumber spesial kebijakan dan evaluasi, maklum dia adalah mantan pemangku level satu digit disalah satu departemen strategis.  

Konselor membuka laptop, menangkap salah satu youtube program debat terakhir Dudi. Dimana Dudi mengulas kondisi aktual saat ini, soal kejelekan dan aroma kegagalan kebijakan dan penyalahgunaan otoritas di departemen yang pernah di komandoinya dulu.

Sesaat dia mematikan dan menutup laptopnya.

###

Konselor membuka pintu ruang prakteknya dan menyilakan Dudi masuk. Mereka bersalaman.

Dudi menarik napas dalam, wajahnya mengejang menahan liur didalam mulutnya. Konselor menyilakan Dudi meludah.

"Beginilah prof, penyakit ini menjadi akut" Dudi memberitahu. Sang Konselor mengangguk.

"Mungkin perlu obat dengan level lebih, prof?"

"Tidak. Tidak perlu"

"Maksudnya?"

"Anda sama sekali tak perlu minum obat" Konselor menatap mantap.

"Bagaimana mungkin prof? Apakah ada pasien berpenyakit sama seperti saya? Jika ada, bisakah saya melihat  data datanya prof? Apakah mereka lebih parah dari saya" Dudi bertanya beruntun sambil meludah lagi di wadah.

"Maaf bapak. Untuk yang ini saya tidak bisa menjawabnya" Konselor berkata pelan, lalu melanjutkan.

'Memang sejatinya kita pantang membuka aib pekerjaan yang sudah atau pernah kita jalani. Kita wajib menghormati tempat kita mencari nafkah kapanpun"

Dudi tertegun. Dia tidak meludah lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun