Komunitas Drumblek Salatiga
Perlahan tapi pasti, Drumblek yang diprakarsai Didik, belakangan mulai memikat warga di Salatiga. Awalnya hanya di tingkat kelurahan yang membentuknya. Namun, dalam 10 tahun terakhir ini, praktis hampr seluruh kampung memiliki kelompok Drum blek. Kendati begitu, dalam perjalanannya mengalami pasang-surut. Persoalannya terletak pada faktor regenerasi pemain drumblek, bila di tahun 2000-an pemain masih remaja, sekarang banyak yang sudah berkeluarga. Dampaknya, grup yang terbentuk bubar dengan sendirinya.
Salah satu grup Drumblek tertua di Salatiga, yakni Gempar (Generasi Muda Pancuran) merupakan kelompok paling konsisten. Kendati para pemainnya di awal berdiri mayoritas sudah berkeluarga, regenerasi terus berjalan. Begitu pula dengan Drumblek milik Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang dibentuk sejak 15 tahun lalu, sampai sekarang masih eksis meski personil saban tahun selalu berganti.
Hingga memasuki tahun 2013, geliat Drumblek kembali muncul. Tepatnya saat ada pihak swasta yang bergerak di bidang pariwisata kerap menggelar Festival Drumblek. Beberapa grup yang dulunya sempat berjaya, akhirnya dihidupkan lagi. Apalagi melihat pertumbuhan grup Drumblek di desa-desa Kabupaten Semarang yang letaknya berada di perbatasan Salatiga, mereka semakin terpacu untuk bangun dari tidurnya.
Dalam catatan saya, nyaris desa-desa asal Kabupaten Semarang yang lokasinya dekat dengan Kota Salatiga, praktis telah memiliki grup Drumblek sendiri. Bahkan, tak jarang dalam kompetisi Drumblek mereka kerap menyabet juara satu. Bahkan, terkadang di salah satu desa, contohnya Desa Sumber, Kecamatan Suruh mempunyai grup Drumblek lebih dari satu group. Didukung oleh kepala desanya masing-masing, mereka kerap tampil di berbagai hajatan.
[caption caption="Drumblek dari Nobo salatiga (foto: dok KDS)"]

Meski drumblek-drumblek tersebut dibentuk di wilayah Kabupaten Semarang, mereka tak segan bergabung di Komunitas Drumblek Salatiga (KDS). Total anggota yang tergabung di KDS hampir mencapai 100 grup, 50 asal Salatiga sedang sisanya dari Kabupaten Semarang seperti Kecamatan Tengaran, Suruh, Tuntang dan Pabelan. Yang menggembirakan, sepertinya tidak ada persaingan negatif di antara mereka. Satu grup dengan grup lainnya saling memberikan suport, begitu pun ketika tampil di satu ajang kompetisi, mereka menjadi supporter pesaingnya. Heboh, tapi sehat.
[caption caption="Ini peralatan Drumblek dari Klampeyan Salatiga (foto: dok KDS)"]

Pihak pemerintah Kota Salatiga sendiri, melalui Dinas Perhubungan & Pariwisata terus memberikan atensi penuh terhadap keberadaan Drumblek. Bahkan anggaran untuk pengadaan peralatannya juga selalu disiapkan guna mendukung perkembangan Drumblek di kota ini. Belakangan, agar Drumblek tidak diklaim pihak lain, marching band tradisional tersebut hak patennya sudah diajukan sebagai kesenian asli Salatiga.
Itulah sedikit catatan saya tentang marching band tradisional asal Salatiga, yang berisik namun asyik. Dalam wadah KDS sendiri, pengurusnya memiliki slogan unik, yakni dari Salatiga untuk Dunia. Mereka berharap, suatu saat nanti Drumblek mampu melanglang buana ke berbagai negara dan tampil dengan gegap gempita. Bagi yang ingin menyaksikan kehebohan mereka, silakan datang ke Salatiga saat digelar Karnaval atau Festival Drumblek tahunan. Percayalah, Anda akan mendapat suguhan kolaborasi kostum, gerak, kelucuan, semangat serta instrumen yang memikat. (*)Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI