Jam 04.30 pagi. Alarm berbunyi. Bukan karena aku ingin bangun, tapi karena tubuhku sudah terbiasa: ini waktunya memulai hari untuk tiga nyawa yang bergantung padaku.
Aku bangun perlahan, berusaha tidak membangunkan anak-anak yang masih tertidur lelap. Di dapur, air belum mengalir---PDAM mati lagi. Aku isi ember dari toren, lalu menyalakan kompor untuk menanak nasi. Sambil menunggu, aku menyetrika seragam sekolah, menyusun bekal, dan mengecek tas---apakah buku PR sudah dimasukkan.
"Ayah, aku nggak mau makan nasi kemarin," kata si bungsu kemarin.
"Oke, Ayah masak nasi baru," jawabku, meski tahu itu berarti 20 menit lebih sedikit untuk tidur.Â
06.00: Saat Dunia Mulai Berlari
Anak-anak bangun. Mandi bergantian di kamar mandi sempit. Aku bantu si kecil mengancingkan kemeja, sambil mengingatkan si sulung untuk menyikat gigi. Sarapan sederhana: telur dadar, nasi, dan susu kotak. Tidak ada waktu untuk ngobrol panjang. Setiap menit dihitung.
"Ayah, besok ulangan Matematika," kata si tengah sambil mengunyah.
"Nanti malam Ayah bantu belajar, ya," janjiku---janji yang kuharap bisa kutepati setelah lembur.Â
Jam 06.45, kami berangkat. Motor bututku menembus kemacetan Jakarta. Aku antar si sulung ke sekolahnya di Cipete, lalu putar balik ke Tebet untuk si tengah dan si bungsu. Setiap kali berhenti di lampu merah, aku menoleh ke spion: apakah mereka aman di boncengan? Apakah jaketnya cukup tebal?
08.00--17.00: Menjadi Profesional di Kantor, Ayah di Hati
Di kantor, aku adalah seorang manajer proyek. Aku rapat, presentasi, negosiasi dengan klien. Tapi di balik meja itu, pikiranku sering melayang:
"Apakah si kecil sudah makan siang?"
"Apakah guru marah karena PR-nya belum selesai?"Â
Aku tidak bisa seenaknya pulang saat anak sakit. Tapi aku juga tidak bisa mengabaikan mereka. Jadi, aku belajar menjadi dua orang sekaligus: profesional yang kompeten di siang hari, dan ayah yang penuh perhatian di malam hari.
Saat rekan kerja mengajak makan siang di restoran, aku menolak.
"Aku bawa bekal," kataku, sambil membuka tupperware berisi nasi sisa semalam.
Tidak ada yang tahu, bekal itu kumasak jam 5 pagi, setelah memastikan semua seragam bersih dan rapi.Â