Mohon tunggu...
APRIANUS GREGORIAN BAHTERA
APRIANUS GREGORIAN BAHTERA Mohon Tunggu... pelajar SMA

Saya suka membaca, menulis, Konten motivasi saya suka menonton video motivasi dan berminat di dunia teater

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat Untuk Negri Yang Lupa diri

12 Oktober 2025   17:37 Diperbarui: 12 Oktober 2025   19:57 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku hanya tersenyum. Tidak ingin merampas harapannya, meski aku tahu: nol kemiskinan di negeri ini sering berarti nol pengakuan atas kemiskinan yang sesungguhnya.

Cerita ini bukan tentang revolusi berdarah. Bukan juga kisah heroik yang akan dicetak di buku sejarah. Ini cuma cerita kecil, seperti lembaran surat yang ditulis untuk kekasih yang sudah tak ingat lagi nama pengirimnya.

" Tania", kataku, " kalau kamu besar nanti, kamu mau jadi apa?"

"Jadi menteri, biar bisa bantu orang miskin," jawabnya cepat.

Aku tersenyum getir. "Mentari itu berat. Harus kuat menolak uang banyak supaya bisa bantu orang kecil. Ia menatapku heran." Kalau bantu orang, kenapa harus menolak uang?"

Ah, Tania. Negeri ini belum sempat menjelaskan padamu bahwa uang sering datang bulan untuk membantu, tapi untuk membungkam

Sore turun perlahan. Di kaki langit, awan menggumpal seperti debu-debu janji pembangunan yang hanya mengendap di televisi. Di bawah sana, jalan-jalan desa masih becek. Jembatan masih dadi kayu. Sekolah masih beratap bocor. Aku menatap kosong ke arah bukit, tempat dulu bapakku dikuburkan setelah seumur hidup menunggu sertifikat tanah yang tak kunjung datang. Satu-satunya warisan darinya adalah kesetiaan pada negeri yang bahkan tak sempat mengucap terima kasih padanya.

" Apa artinya menjadi rakyat jika hanya dilihat saat pemilu tiba?" tulisku lagi di buku itu.

Narasi kehidupanku barangkali sederhana. Tapi bukan berarti kisah ini kecil ada nyawa besar yang bergeletar: mereka yang tetap bertani meski harga panen jatuh, mereka yang tetap mengajar meski gaji telat, mereka yang tetap merawat negeri ini saat pejabatnya sibuk merawat citra. Aku percaya, kisah cinta bukan hanya tentang pelukan dan puisi. Ia juga tentang bertahan dalam sakit, berharap dalam sepi, dan tetap memilih menanam benih kebaikan meski tak tahu kapan akan panen.

"Pak Tino, "Dara kembali bersuara, " Kalau surat ini dibaca presiden, dia bakal datang ke desa kita?"

Aku terdiam. Lalu berkata pelan, " Mungkin tidak, Nak. Tapi kalau surat ini dibaca Tuhan, semoga Tuhan mengetuk hatinya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun