Mohon tunggu...
Bagas Harianja
Bagas Harianja Mohon Tunggu... Penulis - @bagas_harianja

Penulis, Medan, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Alogo

9 Februari 2020   01:08 Diperbarui: 11 Februari 2020   18:36 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi bunga yang tertiup angin. (sumber: pixabay/tanersoyler)

Alogo memberikan paru-paru kehidupan untuk makhluk ciptaan-Nya. Sama halnya seperti orang batak mengatakan bahwa ketika rindu maka husiphon tu alogoi. Artinya yaitu bisikkanlah pada angin. 

Ya lagi-lagi hanya angin. 

Itu pertanda angin merindukanmu. Rindu untuk memberikanmu nafas, memberimu hal yang mutlak kau dapatkan darinya. Bisa jadi ia merasa bersalah. Bersalah karena badai yang ia perbuat padamu, yang bahkan membuat hati kecilmu merasa muak akan keberadaannya. 

Mungkin hanya perasaanku saja, atau mungkin hati kecilmu hanya bisa melihat hal-hal murni saja, tidak seperti badai ini yang silih berganti menyusahkanmu saja. Aku tahu kau juga merindukannya. 

Merindukan napas bahagia itu, dan juga bunga-bunga. Bunga yang entah kenapa suka sekali kau cium dan membuatmu candu untuk menghirupnya kemudian kau sangat senang akan kehadirannya. Tapi kau tak perlu ikut-ikutan merasa bersalah seperti dirinya. Karena tidak ada salah dalam darimu.

Tidak ada yang salah ketika kau memandangi bunga-bunga yang menari di depan kamarmu. Tidak ada yang salah jika kau hanya menghirup sisa-sisa napas bahagia yang baru saja membuatmu candu. 

Tidak ada salahnya jika kau hanya duduk di sana, mendengar suara yang dihasilkan oleh bunga-bunga itu yang hanya karena angin berhenti memberikanmu napas bahagia maka kau melupakannya begitu saja. Tapi aku percaya kau akan tetap hidup walau hanya dengan harapan angin akan bergemuruh kembali. 

Sejenak dalam sanubariku berkata, apakah kau bersalah dalam hal ini. Seakan-akan kau membesarkan api kecil yang ketika membesar akan sangat membuat rasa perih. Kemudian sanubariku memberikanku pertanyaan, apakah kau senang milihat butir pada bunga-bunga itu berguguran satu persatu hanya karena angin itu pergi dan tidak memberikanmu lagi nafas kebahagiaan itu?

Lalu sanubariku menduga-duga bahwa kau senang dan puas atau mungkin kau menyesalinya. Namun aku tidak tahu itu, hanya sanubariku. 

Suatu waktu,angin mengirimiku suara melalui udaranya yang berhembus ditelingaku. Kali ini dia mengirimiku suara yang mungkin sukar untuk didengar atau mungkin itu pesan rahasia yang tidak akan bisa kumengerti.Angin itu seperti ingin memberitahuku tetapi mungkin itu hanya angin belaka atau mungkin hanya pikiranku saja. 

Pada senja yang menerangi redupnya kamar ini, sejenak aku duduk memandangi bunga-bunga ini sembari menunggu angin yang mamberikan nafas segar pada bunga ini.Seketika bibir ini berkata, "aku menginginkanmu karena kau adalah angin, kau adalah oksigen yang kubutuhkan untuk bernafas, angin yang memberikan kehidupan karena kaulah segalanya dan mutlak untuk kumiliki. Tetapi itu hanyalah angin yang seketika pergi dariku dan tak tahu kapan akan kembali.

Tidak tahukah kau seberapa besar tingkat kebergantunganku kepadamu, oh anginku!

Sedetikpun aku tidak akan bisa bernafas tanpamu!. Aku tidak tahu bagaimana caraku untuk hidup, yang penting aku masih hidup. Semua makhluk masih hidup dan selalu hidup berdampingan. 

Aku tidak mempermasalahkan mengapa kami masih bisa hidup tanpa bernapas. Yang aku permasalahkan adalah kemana ia pergi?,dimana dan sampai kapan angin ini akan kembali kuhirup dalam paruku. 

Apakah pesan rahasia kemarin adalah pesan terakhirnya? Apakah kalimat "Cuma sebentar kok, kamu jangan khawatir ya sian" adalah kalimat headline terakhir darinya? 

Aku tidak tahu sampai detik ini, angin sampai kapan kau akan datang memberikanku nafas bahagia seperti dulu lagi. Pintaku dalam sanubariku. 

Senja pun kembali lenyap, kali ini kegelapan kembali menghantuiku.Seketika aku beranjak naik ketempat tidurku yang sudah terasa dingin. Kali ini hujan memberikan badai yang luar biasa menakutkan. Ya sekarang memang sudah musim hujan. Kaum Hujan, Awan, Angin dan Petir akan lebih sering bekerjasama silih berganti dalam mengisi malamku yang gelap. 

Tersentak mataku terpejam, listrik pun akhirnya padam. Aku benar-benar merasakan sesuatu yang aneh, sanubariku menunjukkan gejolak yang aneh. Detak kencang jantungku semakin meningkat sejalan dengan Si kilat biru yang turun bersama dengan airnya. Hal ini semakin membuatku khawatir dan aku memikirkan anginku yang berada disana, ntah bagaimana keadaannya saat ini. 

Kecemasanmu semakin menghujam dan benar-benar tidak bisa kukendalikan. Rasa takut, khawatir, dan bercampur dengan kaum hujan, petir dan koleganya yang terus mengusikku. Ntah apa yang akan kuperbuat, aku tidak tahu harus bagaimana. Kulihat handphone ku sejenak dan kemudian aku mencoba menghubungi dia. 

"Maaf nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi atau berada diluar jangkauan, silahkan hubungi beberapa saat lagi". Pungkasnya. 

Handphone ini benar- benar membuatku habis kesabaran seakan tidak ada jawaban lain selain itu. Seketika air mataku menetes menghujani sanubariku.Kemudian aku membuka jendela kamarku dan berteriak sekeras-kerasnya pada hujan. Anginku dimanakah engkau sekarang!

Namun teriakanku seperti tidak ada artinya, hujan tetaplah hujan yang semakin kuat dengan kilatnya.

Satu jam berlalu aku pun hanya bisa duduk dan memandangi bunga yang ada dimeja. Bunga yang selalu ia cium, ia sangat menyukainya. Aku teringat pada saat itu, ia mengancamku jika bunga itu layu maka ia akan mengigit telingaku dan membenciku. Maka dari itu aku merawatnya sampai sekarang. Waktu demi waktu berjalan dan disinilah aku duduk dan terdiam ditengah hujan ini sembari menanti ayam berkokok yang menunjukkan sudah pagi hari. 

Saat ini petir menemani malam ku,aku sedang bersama petir demi menyelesaikan tugasnya bersama kaum angin dan hujan demi umat manusia. Saat ini yang kulakukan hanya menunggu dan menunggu dengan rasa sabar.Sesekali kulihat jendela namun hanya genangan yang terlihat.

Ayam pun berkokok menandakan pagi telah tiba dan hujan pun telah selesai melakukan tugasnya.

Tubuh dan jiwaku lelah, pada akhirnya aku dapat terlelap walaupun hanya sekejap. Tak lama berselang aku mendengar suara yang memanggiku dari luar pintu. Aku pun terbangun dari khayalan dan menghampirinya. Alangkah terkejutnya aku melihat ia berada di depan sanubariku. Sejenak aku terdiam,sanubariku tenang karena angin bahagiaku telah kembali lalu aku memeluknya.

Seketika ia berkata, "anginmu telah kembali dan aku akan memberikanmu nafas kebahagiaan seperti dahulu kala".

Aku terheran mengapa ia pergi tanpa alasan yang masuk akal, namun satu hal yang pasti alogo atau angin tersebut berkata, "aku nafas bahagiamu,oksigen dalam hidupmu,angin yang selalu engkau bisikkan saat ini telah berada didepan sanubarimu yang akan mengisi nafas hidupmu dan akan selalu seperti itu". Bunga-bunga pun menari bersama alogo. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun