Mohon tunggu...
Bagas Harianja
Bagas Harianja Mohon Tunggu... Penulis - @bagas_harianja

Penulis, Medan, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Alogo

9 Februari 2020   01:08 Diperbarui: 11 Februari 2020   18:36 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi bunga yang tertiup angin. (sumber: pixabay/tanersoyler)

Tidak tahukah kau seberapa besar tingkat kebergantunganku kepadamu, oh anginku!

Sedetikpun aku tidak akan bisa bernafas tanpamu!. Aku tidak tahu bagaimana caraku untuk hidup, yang penting aku masih hidup. Semua makhluk masih hidup dan selalu hidup berdampingan. 

Aku tidak mempermasalahkan mengapa kami masih bisa hidup tanpa bernapas. Yang aku permasalahkan adalah kemana ia pergi?,dimana dan sampai kapan angin ini akan kembali kuhirup dalam paruku. 

Apakah pesan rahasia kemarin adalah pesan terakhirnya? Apakah kalimat "Cuma sebentar kok, kamu jangan khawatir ya sian" adalah kalimat headline terakhir darinya? 

Aku tidak tahu sampai detik ini, angin sampai kapan kau akan datang memberikanku nafas bahagia seperti dulu lagi. Pintaku dalam sanubariku. 

Senja pun kembali lenyap, kali ini kegelapan kembali menghantuiku.Seketika aku beranjak naik ketempat tidurku yang sudah terasa dingin. Kali ini hujan memberikan badai yang luar biasa menakutkan. Ya sekarang memang sudah musim hujan. Kaum Hujan, Awan, Angin dan Petir akan lebih sering bekerjasama silih berganti dalam mengisi malamku yang gelap. 

Tersentak mataku terpejam, listrik pun akhirnya padam. Aku benar-benar merasakan sesuatu yang aneh, sanubariku menunjukkan gejolak yang aneh. Detak kencang jantungku semakin meningkat sejalan dengan Si kilat biru yang turun bersama dengan airnya. Hal ini semakin membuatku khawatir dan aku memikirkan anginku yang berada disana, ntah bagaimana keadaannya saat ini. 

Kecemasanmu semakin menghujam dan benar-benar tidak bisa kukendalikan. Rasa takut, khawatir, dan bercampur dengan kaum hujan, petir dan koleganya yang terus mengusikku. Ntah apa yang akan kuperbuat, aku tidak tahu harus bagaimana. Kulihat handphone ku sejenak dan kemudian aku mencoba menghubungi dia. 

"Maaf nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi atau berada diluar jangkauan, silahkan hubungi beberapa saat lagi". Pungkasnya. 

Handphone ini benar- benar membuatku habis kesabaran seakan tidak ada jawaban lain selain itu. Seketika air mataku menetes menghujani sanubariku.Kemudian aku membuka jendela kamarku dan berteriak sekeras-kerasnya pada hujan. Anginku dimanakah engkau sekarang!

Namun teriakanku seperti tidak ada artinya, hujan tetaplah hujan yang semakin kuat dengan kilatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun