Mohon tunggu...
Azimatus Syabana
Azimatus Syabana Mohon Tunggu... Mahasiswa, Karyawan Toko, Organisatoris

Penulis lepas. Menulis apa saja yang ditemui. Bisa dalam wujud puisi, cerpen, opini, atau yang lainnya. Kadang nyleneh, kadang serius, kadang nggak dua-duanya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janji Palsu

21 September 2025   11:01 Diperbarui: 21 September 2025   11:01 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Sss sudah. Kok Bapak tahu Aulia menghilang?" Dono penasaran, bagaimana bisa Pak Umar tahu tentang hal itu? Sedangkan hal itu hanya diketahui oleh dirinya seorang, bahkan ketiga kawannya pun tak mengerti apa yang sedang terjadi.
"Aku bisa beritahu, tapi nanti. Aku bisa bicara denganmu seorang?"
pinta Umar pada Dono.

"Oh, ya udah, kalau begitu, awak ndewe mulih sek wae ya, Don!" ujar Dede diikuti oleh kedua kawannya yang kemudian menyalami Dono dan Pak Umar.
"Kalian hati-hati ya!" ucap Dono.
 
"Aku ingin menunjukkanmu sesuatu." Umar dengan wajah yang serius mengajak Dono berjalan menelusuri lorong-lorong rumah sakit, hingga sampailah mereka berdua di ruang ICU.
"Lihat..." Umar menunjuk kepada kedua pasien yang sedang dirawat di
ruang tersebut.

"Kok saya kayak kenal mereka ya, Pak? Mereka kan..." "Dua karyawan terbaik saya, Miftah dan Ratih."
"Ehmm, kukira yang perempuan namanya Wati, Pak," jawab Dono dengan tampang yang aneh dan penuh kebingungan---bingung karena ternyata ia salah mengenali orang dan bingung mengapa ia harus berada di ruang ini sekarang.
"Mereka disantet, Don. Dan kau tahu apa yang membuatku harus membawamu ke mari?"
"Apa, Pak?"

"Jumlah paku yang dikeluarkan dari perut mereka jika ditotal adalah
13. Sama dengan tanggal di mana Aulia menghilang, 13 September," ucapnya
makin membuat suasana jadi ngeri.

"Pak, Bapak sepertinya terlalu banyak menonton film horror, deh, jadi
dikait-kaitkan seperti..."

"Bukan hanya itu, aku menaruh kecurigaan pada Damaskus."

"Saya tahu Bapak dan Bos saya memang sedang bersaing, tapi apa perlu menuduh yang tidak-tidak seperti ini, Pak?"
Umar diam. Ia kemudian mengeluarkan ponsel dari saku kanan celananya. Diperlihatkannya sebuah video yang konon bisa menjadi bukti bahwa Damaskus telah melakukan praktik perdukunan, persantetan, atau semacamnya.
 
"....T..tttidak... tidak mungkin." Dono tidak percaya dengan apa yang
baru saja ia lihat dari ponsel Umar.

"Ini bukti dari anak buahku yang kusuruh mengintai dia, karena dua minggu terakhir kantorku selalu mengalami hal aneh, dan siapa lagi yang mau berbuat semacam itu kalau bukan pesaingku?"
Dono masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Namun, ia mencoba melek dengan keadaan, sebab memang itulah kenyataannya. Setidaknya untuk bisa lebih melek ia hanya perlu melihatnya secara langsung.
Tak berselang lama, ponsel Umar berdering. Anak buah yang sedang ia suruh mengintai Damaskus menelepon.
"Bos. Target terpantau sedang melakukan 'operasi' lagi, sebaiknya segera kita tindak," ujarnya melalui telepon.
"Kamu mau lihat sendiri, Dono? Ayo ikut saya!"

***

"TOLONG BERI AKU LEBIH DARI INI!!!" Damaskus, saat ini seperti sudah kehilangan akal sehatnya. Ia sudah dibutakan oleh kesuksesan palsunya yang bersifat sementara.
Alih-alih menuruti permintaanya, Genderuwo tersebut justru menyerang Damaskus. Genderuwo tersebut sepertinya marah besar karena selama seharian ia belum makan. Terakhir ia makan adalah kemarin, saat dua pekerja Damaskus ketakutan melihat kemunculannya di kantor. Ya, Genderuwo tersebutlah yang telah memakan "jiwa" Lia.
"Kenapa kau malah menyerangku, Bodoh?! Jancok!" teriak Damaskus
kesal.

Brakkkk! Genderuwo itu menendang Damaskus dengan sangat keras--- sampai-sampai ia terpental jauh ke luar pabrik kosong tempat saat ini ia sedang bernegosiasi dengan Damaskus.
 
"Pak Bos!" Dono langsung mendapati Bosnya sedang terkapar lemas di depan pabrik, dan terlihat pula rolldoor pabrik yang bolong sebab hasil tendangan Genderuwo tadi.
"AAAAAAAAAAAAAAAAA JANGKREK, METU MANEH IKI GENDERUWO
KAMPRET!" Dono berteriak ketakutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun