Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Memuji Sendiri Itu Bau

17 September 2025   17:32 Diperbarui: 17 September 2025   17:32 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita sebenarnya punya warisan budaya lisan yang arif dalam hal berinteraksi dari nenek moyang kita dahulu. Seperti saat mengabarkan berita, memberi nasihat, petatah-petitih, sindiran, atau semacamnya. Biasanya dalam bentuk pantun, seloka, gurindam, atau semacam kiasan maupun peribahasa.

Kalau ada orang banyak lagak, besar bual, tapi isi kepalanya nggak ada, biasanya disebut, tong kosong nyaring bunyinya. Banyak omong tapi cuma omon-omon doang. Aksi nyata nol besar. Seturut itu ada lagi peribahasa yang berbunyi, air beriak tanda tak dalam, yang artinya kurang lebih sama. Lawannya adalah, air tenang menghanyutkan.  Orang yang pembawaannya diam, tak banyak bunyi, ternyata dia orang yang pintar. Ada juga kemungkinan lain kenapa orang tak mau bersuara. Pertama, dia sedang sakit gigi, kedua ia sedang tidur.

Ada lagi, buruk muka cermin dibelah. Misalkan ini: Saya yang usianya sudah kepala enam, saat bercermin, tidak terima kalau rambut saya sudah putih semua. Belum lagi kulit muka saya hampir longsor. Soal rambut bisalah disemir kembali, atau dicelup ke oli bekas (minta di bengkel-bengkel motor pasti dikasih). Tapi soal kulit muka? Saya tidak terima. Ini pasti cermin buatan dalam negeri, hingga nggak jujur memantulkan wajah saya yang sebenarnya (kemungkinan ini cermin bayaran). Mungkin juga pabrik cerminnya mau bangkrut, hingga produknya perlu dicurigai. Saya marah, langsung menghancurkan cermin itu.

Seharusnya 'kan saya introspeksi diri. Cermin itu memantulkan benda-benda di hadapannya apa adanya. Jujur, tanpa rekayasa. Soal muka kendor 'kan bisa dibetulkan di bengkel ketok magic. Kalau tidak, duit gopay dari hasil K-rewards -- hasil menulis di Blog Kompasiana -- tinggal nambah sedikit langsung oplas di Korea. Jangan mau kalah dengan muka kinclong oppa-oppa K-Pop. Mosok cermin yang disalahkan.

Beririsan dengan peribahasa itu adalah, tak bisa menari dikatakan lantainya yang terjungkit. Kemampuannya yang memang bego, orang-orang di sekitarnya disalahkan. Nggak menerima kalau sebenarnya dirinya memang tidak mampu tapi orang lain yang menjadi penyebab kegagalan dirinya. Akhirnya ia jadi demam tinggi. Selalu gelisah.

Yang terjadi kemudian ia ingin selalu ingin tampil dalam sorotan. Bukannya mau belajar tapi malah melebih-lebihkan pencapaian dirinya yang sebenarnya biasa-biasa saja. Memuji-muji diri berlebihan. Padahal kalau kita tahu, memuji orang lain (secara berlebihan) itu pun suatu tindakan yang buruk, karena bisa terpeleset menjadi pemujaan buta. Memuji sendiri? Itu lebih buruk lagi. Kita bisa terjerembap menjadi orang yang congkak. Kita merasa telah melihat dunia yang luas, padahal sebenarnya kita hidup di bawah tempurung. Juga sering memuji-muji diri akan menghilangkan kehormatan diri. Walaupun di tempat lain kehormatan diri diobral murah.

Sebenarnya yang musti dilakukan adalah memperbanyak malu. Masalahnya, persediaan malu pun sudah tidak ada. Barangkali kita perlu merenungi nasihat klasik: Memuji sendiri itu bau!

***

Lebakwana, September 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun