Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hikayat Permusuhan

28 Agustus 2025   06:24 Diperbarui: 28 Agustus 2025   06:24 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hikayat Permusuhan. Gambar oleh Tima Miroshnichenko | Pexels 

dan lelaki itu menjadikan kata
sebagai peluru
ditanam di kepala temannya
diam-diam
atau terang-terangan
demi isi saku
demi sesuatu yang ragu,
bahkan demi yang tak perlu
pilihan-pilihan membuat tegur sapa
berseberangan
kopi, hangat ruang bincang,
tak lagi dalam kenang
padahal kekuasaan hanya sebentar madu
masih untung nanti
tangan tak dibelenggu

***

Lebakwana, Agustus 2025

Baca juga: Hikayat Sebuah Kota

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Baca juga: Riwayat Kepergian

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun