Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Majas-majas di Bawah Matahari

16 Juni 2020   15:24 Diperbarui: 16 Juni 2020   15:59 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto oleh Tina Nord/ Pexels 

Sebuah siang telah turun pada sebuah sajak, kata-kata menjadi kerontang, suara-suara menjadi teriakan di hamparan sunyi, membentur tebing, memantul bersipongang

Sang penyair pun mengambil alegori, tentang amsal dikatakan sebagai misal, agar huruf-huruf tak terjun liar, membentuk kata-kata yang keluar dari pikiran bebal

Sebuah ironi di negeri bawah matahari, cinta dan benci menjadi hujan hyperbola membanjiri sungai linimasa, sarkasme menjadi sarapan pagi, menikam yang tak sehati, membenar-benarkan kelompok sendiri 

Akhirnya kata-kata menjadi komoditi, tergantung siapa yang membayar lebih tinggi 

Tinggal pilih: Sinisme penuh api atau eufemisme yang membungkus belati 

***

Cilegon, Juni 2020. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun