Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Semerbak Lavender di Kintamani: Bab Sepuluh

6 Oktober 2025   18:26 Diperbarui: 6 Oktober 2025   18:26 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

"Tidak terang-terangan. Tidak seperti yang diinginkan. Itu adalah masa ketika nama lebih berbobot daripada hati. Pierre orang Prancis, tapi ibunya Belanda. Dan meskipun perang sudah lama berlalu, desa menyimpan kenangannya seperti luka baru. Tidak mudah mencintai dengan cara yang berbeda. Tidak dulu. Mungkin juga tidak sekarang."

Dia terdiam sejenak, meletakkan dua potong gula batu ke dalam cangkirnya, dan memperhatikannya meleleh dengan suara gemerisik.

"Mereka bertemu diam-diam, di gubuk tua di belakang kebun lavender. Di tempat yang sama tempat kamu menemukan buku catatan kemarin. Itu bukan kebetulan. Malini sengaja meninggalkannya di sana. Dia tahu seseorang akan datang, suatu hari nanti. Mungkin kamu."

Anggun merasakan kehangatan teh tiba-tiba tak lagi memuaskannya. Dia menggigil.

"Dan kenapa  ... dia pergi?" Suaranya nyaris tak terdengar seperti bisikan.

Tisa menatapnya lama, lalu menjawab. "Karena cinta tak selalu cukup untuk melawan dunia. Tibalah saatnya satu surat cukup untuk menghancurkan segalanya. Surat yang tak pernah ditulis Malini. Dia yakin Malini telah meninggalkannya. Dan Malini pun yakin dia telah pergi. Surat itu palsu. Aku tahu siapa yang menulisnya. Tapi itu tak penting. Yang penting, mereka tak pernah bertemu lagi."

Anggun meletakkan cangkirnya. Tangannya sedikit gemetar.

"Dan dia tak pernah... mencoba mencarinya?"

"Oh ya," kata Tisa pelan. "Tapi terkadang kamu tak menemukan seseorang karena kamu telah kehilangan dirimu sendiri."

Kalimat itu begitu menusuk. Dan Anggun tahu ini bukan hanya tentang Malini.

"Kenapa kamu menceritakan ini padaku sekarang?" tanyanya setelah beberapa saat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun