Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Debu

30 Mei 2023   09:37 Diperbarui: 30 Mei 2023   13:01 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Tentu, tentu, aku bisa membunuhnya, pikir Muka Tikus. Dia pantas mendapatkannya. Bajingan kecil. Lihat lagaknya.

Madrun bersenandung tanpa nada, bersiul dengan lidah keluar dari sisi mulutnya seperti uap basah. Dia sedang menggambar simbol terakhir dari lingkaran terluar, sebuah lengkungan halus, menelusuri bentuk di tanah, membengkokkannya di sebuah batu. Hampir sampai.

Dia tidak mendengar Muka Tikus muncul di belakangnya. Dia tidak mendengarnya memutar paku sehingga menonjol dari tangannya seperti jari yang cacat. Dia bahkan tidak mendengar dengus napas Muka Tikus yang menjadi kasar, cepat, dan pendek.

Tapi dia mencium bau keringat Muka Tikus. Madrun merasakan udara di belakangnya bergeser. Dia melihat cahaya sedikit berubah. Dia terus bekerja, memberi sentuhan terakhir pada lambang itu, sebuah titik kecil di tanah. Dia melakukan ini tepat saat Muka Tikus mengayunkan paku menuju tulang belikatnya, bersamaan dengan Madrun berkedip dan menghilang.

Tanpa tubuh untuk ditusuk, serangan Muka Tikus jauh lebih jauh dari yang dia perkirakan. Dia jatuh ke tanah, merusak karya Madrun. Awan debu meledak di sekujur tubuhnya. Mulutnya yang terkejut membentuk huruf O.

Madrun muncul kembali di hadapannya,  tepat di tempat dia mengayunkan paku ke bawah. Muka Tikus menatap. Mulutnya ingin membentuk kata-kata, tapi otaknya tidak mengizinkannya.

Madrun mengulurkan tangan dan mencabut paku dari tangan Muka Tikus. Dia mengangkatnya ke arah cahaya, seolah mempelajari ketidaksempurnaannya. Kemudian, dalam satu gerakan, dia mengulurkan tangan dan memasukkannya ke tenggorokan Muka Tikus.

Saat itu juga, gerombolan di ujung lain halaman berteriak. Mereka berlari ke arahnya, wajah mereka dipenuhi amarah dan ketakutan.

Madrun berdiri, menarik paku itu, dan berkedip ke salah satu satu dari mereka, seorang pria dengan kuncir kuda berminyak. Madrun menangkapnya, memasukkan paku ke dalam dan ke luar seperti mata tombak. Dia mulai bersenandung lagi.

Yang lain membeku, berhenti setengah langkah, menatap ngeri. Mereka mencoba lari, tetapi Madrun hanya bergerak bersama mereka, muncul dan menghilang.

Darah menodai debu hitam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun