Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Batas-Tak-Bertuan (XXVII)

9 Maret 2023   06:07 Diperbarui: 9 Maret 2023   06:42 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Sebelumnya....

Malin mempertimbangkan untuk berdebat dengan Rina'y lalu memutuskan untuk diam. Ada kebenaran dalam kata-katanya.

Malin mengumpulkan kantung minum dan berlutut di depan lubang air, mencelupkan ke dalam wadah terbesar terlebih dahulu. Dia melonggarkan topengnya dan mengangkatnya cukup untuk menyesap suguhan dengan hati-hati. Malin belum pernah mencicipi air segar sejak meninggalkan Tiluwaskita. Air itu bergulir manis di lidahnya dengan kerenyahan yang membawa kembali kenangan keluarga dan cinta yang turun ke nostalgia dan kepahitan. Dia memuaskan rasa hausnya yang luar biasa, rasa haus yang telah menumpuk selama tiga tahun, memasang kembali topengnya dengan pas, lalu mengisi semua kantunglalu membagikannya kepada pemiliknya masing-masing. Alira mencurahkan isi kantung miliknya ke atas kepala sambil menjilat bibirnya.

Malin duduk di tanah, bergeser untuk duduk di kaki Lalika, mencuri kesempatan untuk berbaik dan meminta maaf karena telah melukainya. Dia bertanya bagaimana lengannya. Lalika mengabaikannya, memeriksa debu di lantai, dinding, dan langit-langit. Tidak lebih menarik dari pelapis lainnya. Kerambil.

Si Napas Insang masih saja berusaha untuk melewati Musashito, merayap menuju mata air. Lagi dan lagi. "Air adalah rumahku. Tolong, biarkan aku pergi."

Setiap kali, Musashito menghentikannya dengan tamparan dan kata-kata jujur tentang nasibnya jika dia menyelam ke sumber mata air. Tidak ada yang membuatnya diam selama lebih dari lima belas detik.

Apa yang ingin dibuktikan lelaki tua itu dengan berulang kali menyelamatkan si Makhluk Air?

Malin bermaksud mencari tahu. "Jadi, berapa lama kita tinggal di sini? Dan bagaimana rencana kamu untuk membawa mata air kembali ke dermaga bandar Langkaseh?"

"Kita menunggu di sini sampai Hungyatmai pergi," kata Musashito. "Aku sudah memberitahumu. Ini bukan cadangan yang dicari Muka Pucat. Berhentilah mengoceh tentang persekutuan gelap."

Orang tua itu selesai berbicara. Malin mendengus. "Air bisa digunakan sebagai senjata. Bukan begitu, Rina'y?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun