Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Batas-Tak-Bertuan (XIX)

13 Desember 2022   21:30 Diperbarui: 13 Desember 2022   22:10 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Di luar kedai, Malin berhenti. Segerombolan Muka Pucat mengepung dermaga. Sebuah penyerbuan. Mereka berdiri tegak seperti dinding jurang dan sama mengesankannya dengan kedalaman yang gelap. Kerambil.

Sulit membayangkan hari menjadi lebih buruk, tetapi Malin tahu itu bisa terjadi. Rina'y mencengkeram lengannya. Kulitnya meregang seperti kain lapis perak. Colokan di sikunya merupakan sambungan lengan dan tangan mesin yang bisa dia ganti untuk sambungan yang berbeda jika suatu tugas membutuhkannya. Lengan dan tangannya yang lain menjuntai dari ikat pinggang yang diikat ke pinggulnya.

Mungkin itulah sebabnya Musashito menginginkan Rina'y ikut. Saat ini dia mengenakan tangan tembus pandang. Kawat besi melambat menjadi merah muda setiap kali jari-jarinya bergerak. Air matanya mengalir, mengotori arang hitam yang selalu dioleskan di sekitar mata hijau mudanya.

Musashito memuat peralatan Muka Pucat ke kendaraan-segala-medan. Kendaraan itu diwarnai dengan petak-petak krem untuk berbaur dengan bumi Langkaseh. Lelaki tua itu harus mengulurkan tangan ke atas kepalanya untuk membuka kotak penyimpanan di belakang. Satu tangan menahannya terbuka sementara yang lain melemparkan barang-barang ke samping. Dia meninggalkan tutup kepala dan tabung udara, memberikannya kepada Malin. "Jangan memperlambatku, Nak. Sangat penting bagi kita untuk menyelesaikan ini dan mereka pergi secepat mungkin."

Malin berharap Musashito berhenti memanggilnya 'Nak'. Dia tidak membutuhkan ayah yang menusuk dari belakang. Satu sudah lebih dari cukup.

Malin mendengus, mengambil peralatan, menaiki tangga melewati tapak injakan, dan membuka pintu ke kursi belakang.

Musashito memaksa Alira dan bayangannya masuk ke dalam kotak bagasi, menjejali mereka dengan sekop dan peralatan lainnya. Malin merunduk ke dalam kendaraan, bergeser ke sisi yang jauh. Rina'y mengambil tempat duduk di sampingnya, lalu datanglah Lalika. Musashito memilih bagian depan sendiri.

"Berikan kotak obat-obatan, orang tua," kata Malin.

"Jangan mulai dengan sikap masam. Muka Pucat sedang mengawasi dan mendengarkan semua yang kita lakukan. Aku sarankan kau tutup muncungmu selama masih di sini."

Musashito memberikan kotak medis lalu menggesekkan batang logam sembrani berukit ke kunci kontak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun