Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Batas-Tak-Bertuan (XIX)

13 Desember 2022   21:30 Diperbarui: 13 Desember 2022   22:10 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Terdengar suara menggeram, rendah dan serak, mengancam untuk kabur tanpa mereka, dan kendaraan-segala-medan meluncur, menyentak Malin dan gadis-gadis itu ke depan lalu ke belakang.

Malin mencengkeram bangku depan sampai tapak rantai menggiling dengan mantap, mengaduk-aduk debu dan kerikil, melapisi jendela. Itu tidak masalah. Tidak ada apa-apa untuk melihat selain debu. Kumpulan debu yang bergelombang tak berujung.

Malin mengoleskan krim penyembuh di pelipis Rina'y yang terluka, hati-hati agar sentuhannya tetap ringan dan lembut. "Seperti dulu, Niari."

Mulutnya berkedut, menyunggingkan senyuman. "Kamu tidak seheboh petualangan pertama kita bersama di Pe'epata." Jarinya menelusuri tempat di mana lencana Dikker seharusnya berada, di sepetak kain dari manset kemeja tua Malin. Dia telah memberikannya pada saat itu untuk mengeringkan pipinya dari air mata dan darah.

Siksaan yang dia terima saat membebaskannya dari Pe'epata membekaskan luka selama berbulan-bulan. Sebagian besar dari luka-luka itu telah sembuh pada saat mereka mendarat di Langkaseh dan bertemu Musashito. Orang tua itu telah menjanjikan kematian jika Malin dan teman-temannya adalah kaki busuk Muka Pucat. Memeriksa setiap molekul kapal dan perlengkapan mereka sebelum membiarkan mereka menginjakkan kaki ke dermaga.

Bahwa Musashito ternyata justru salah satu kaki busuk Dunia Barat,  Malin yang tidak percaya menjadi lebih sakit daripada saat Angku menikungnya. Angku selalu menjadi bajingan. Malin seharusnya menyadari itu. Musashito berbeda, penuh kasih, dan bermaksud baik di balik penampilan luarnya yang keras dan kacau itu.

Kerambil, maki Malin dalam hati.

"Aku senang kamu juga tidak terluka parah seperti saat itu," katanya kepada Rina'y, menyelesaikan perawatannya dengan gel pelindung. "Maukah kamu merawat Lalika?"

Rina'y mengambil jarum dan benang. "Bagaimana denganmu? Kamu juga perlu dirawat."

"Lalika duluan."

"Baiklah. Bagaimana kamu bisa tertembak, Lalika?" Karena gadis itu tidak menjawab, Rina'y bertanya pada Malin. "Bagaimana dia tertembak? Itulah yang terjadi padanya, bukan? Ada begitu banyak darah. Aku kira lengannya putus. Sepertinya itu bisa terjadi. Untung lengannya masih menempel. Aku senang melakukannya. Muka Pucat mana yang menembak dia?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun