Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Batas-Tak-Bertuan (XVIII)

11 Desember 2022   15:00 Diperbarui: 13 Desember 2022   21:20 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Dia mencibir Musashito. "Tidak. Tidak mungkin. Tidak bagaimanapun juga."

Namun, Malin tidak akan memboroskan tabung udara. Dia hanya punya satu yang tersisa dan tidak bisa berenang lebih dari sepenjerangan air dalam danau tanpa itu. Udara dalam danau dan gua Langkaseh  terlalu tipis untuk dikompensasi oleh paru-paru Ma'angin lebih lama dari itu. Tanpa pasokan udara ekstra, dia akan pingsan dan mati.

Tidak mau menunjukkan kepada lelaki tua itu bahwa dia telah mendengarkan, Malin menolak untuk menatap tatapan Musashito. Bajingan itu tidak pantas menyebut namanya. "Apakah perlengkapanmu termasuk obat-obatan?" dia bertanya pada Jarum.

Lalika menumpahkan darah ke lantai dan luka bakar di pelipis Rina'y melepuh merah dan hitam.

"Aku punya satu di kendaraan-segala-medan," kata Musashito. "Apakah itu masih di sana?" tanyanya, memelototi pemimpin Muka Pucat.

Bersandar di lekukan meja, Jarum menendang kursi yang terlalu dekat dengannya. "Aku sudah cukup bicara dengan kalian. Sekarang keluar, atau jariku yang sudah gatal ini akan mulai menarim pelatuk. Dimulai dengan mereka berdua."

Dia memindahkan pengaturan pisser ke posisi dua, mengarahkannya ke Mantir dan Dikker yang terikat di dekat pintu, hanya lima langkah dari Malin, dan penghuni Langkaseh lainnya, dua puluh langkah dari tempat Jarum berdiri. Jarak antara pemimpin Muka Pucat dan korbannya tidak akan mempengaruhi akibat yang ditimbulkan dengan pisser. Itu sama kejam dan mematikannya dari jarak dua ratus langkah.

Malin ragu-ragu. Langkahnya tertahan. Dia menganggap Mantir dan Dikker sebagai saudara, gelar yang diperoleh melalui petualangan bersama di atas kapal Begundal Laut sebelum mereka menetap di Langkaseh. Berputar, dia mengarahkan tinjunya ke kepala Fowo terdekat.

Dikker meraih Malin, "Jangan bodoh. Jaga kekasihku." Butuh delapan Muka Pucat untuk menahan Dikker. Sebagai anggota suku Moban, jenis puak Dunia Timur yang pendek dan gempal, Dikker bagai landasan logam dan dibuat untuk menahan bebar besar.

"Kamu jaga dia. Janji." Tatapannya yang putus asa bertemu dengan Malin.

Malin perlahan menurunkan kepalannya. Rina'y sungguh membutuhkan perawatan. Begitu pula Lalaika. Hanya dialah satu-satunya yang bisa dia percayai untuk melindungi mereka dari kaki busuk, bayang-bayang menyeramkan, dan Pernapasan Air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun