Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seni Menjadi dan Berjenama

5 Desember 2022   21:16 Diperbarui: 5 Desember 2022   21:22 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Si Buta dari Gua Hantu---bajingan sombong itu, pikirnya.

Lihat. Duduk di sana. Begitu congkak. Kaki selonjor menyilang dengan penuh percaya diri, Ikat kepala hitam di pangkuannya. Kepala bersudut ramping sedikit miring ke satu sisi. Sepertinya-sedang merenungkan beberapa pemikiran hebat padahal sebenarnya dia hanya mencoba menguping percakapan yang terjadi di balik pintu.

Sangat nyaman menjadi Si Buta, pikir Kawa Hijau.

Sungguh... tidak orisinil. Penuh kepura-puraan.

Kawa Hijau menghela napas panjang. Mengeluarkan ponsel dari sabuknya, membukanya untuk melihat jam.

Si Buta sedang memeriksa riasannya. Baju kulit ular yang dipakai dengan tepat. Alis mata melengkung. Lensa kontak putih. Kerutan seperti anak sungai di ngarai yang terkikis mengalir dari hidung ke sudut mulut.

Tahi lalat ditempatkan dengan ahli. Pipi cekung. Janggut pendek kasar.

Sial, dandanannya sangat tepat.

Tunggu---sepatunya. Apakah Himawari tukang riasnya menstruasi? Kawa Hijau terbatuk. Sepatu bot kulit hitam, berkerut di sepanjang jari kaki. Ya, dia seharusnya mengenakan sandal tali. Dan dandanan yang sempurna di balik topeng. Tentu saja. Bisa saja ada adegan dengan identitas asli.

"Barda," kata Si Buta dari Gua Hantu.

Kawa mendongak. "Maaf?" dia berkata, tertegun.

"Aku bilang aku Barda Mandrawata, Si Buta dari Gua Hantu."

"Oh. Ya. Sudah tahu," kata Kawa.

"Dan kau ...?"

"Kawa Hijau."

"Tentu, Kawa Hijau. Tadi kupikir Laba-Laba Merah, hanya saja warnanya dan..."

Kawa merentangkan tangannya. "Betul, mengerti. Bagus."

Si Buta menganggukkan kepalanya. "Kawa ... Kawa... Kawa Hijau---bukannya merek minuman beralkohol?"

"Superhero seperti Spider-Man yang lebih dulu dari Laba-Laba Merah---"

"Tapi merek minuman alkohol, kan?" tekan Si Buta.

Kawa menjilat bibirnya dengan lidah, tapi kumisnya turut serta basah di balik toping kuningnya"...Ya," katanya.

"Itulah yang aku pikirkan," kata Si Buta. Dia melihat pintu yang tertutup. "Kau di sini untuk audisi iklan Mobil Esemka Elektrik?"

Kawa mengangguk.

"Banyak job sebagai Kawa Hijau?"

"Kadang-kadang," jawab Kawa.

"Karena menurutku menjadi manusia serangga itu sulit."

"Ini sangat bermanfaat."

"Oh, ya, tentu, tidak, maksudku dari segi pemasaran. Dari segi pemasaran, pasti sulit."

Kawa berkedip di balik topengnya. Tentu saja. Licik---begitulah Si Buta. Masalah 'sulit'. Hanya untuk apa yang bisa dia dapatkan. Tongkat. Ikat kepala. Monyet di bahu.

Semua hanya penampilan. Pencitraan. Sama seperti yang lainnya. Kenapa dia harus heran?

"Aku tidak memasarkan diriku sendiri," kata Kawa.

"Oh, kau harus melakukannya," kata Si Buta, tiba-tiba bersemangat, mencondongkan tubuh ke depan. "Apakah kau bercanda? Kau harus mencap dirimu sendiri, kau ingin benar-benar menjual dengan merk."

Dia duduk kembali.

"Bagaimana? Kawa Hijau bukan merek yang bagus. Kau tak punya alat peraga---" mengangkat tongkatnya, "---tak ada tagline juga. Tak ada yang bisa disablon di kaos. Punya situs web?"

Kawa Hijau menggelengkan kepalanya.

"Kau tahu," kata Barda, mengibaskan jarinya ke arah Kawa, "Aku telah melihatmu dan aku bertaruh ---dengarkan ini---kau punya topeng. Turunkan berat badan beberapa kilo, ganti kacamata model terbaru, kau tahu, dengan lensa pankromatik atau apa pun itu, dan topeng yang bisa turun otomatis dan kau bisa menjadi Laba-Laba Merah keren. Aku kasih tau, Laba-Laba Merah sempurna. Kau nanti punya cewek namanya Laba-Laba Mirah. Tinggal tagline. Coba bilang 'Minggir!'"

"Aku Kawa Hijau," kata Kawa.

"Ayolah, sekali saja. Bilang, 'Minggir!' Goyangkan pinggul sedikit. 'Minggir!'"

"Aku Kawa Hijau."

"Aku cuma kasih usul," kata Si Buta. "Kau bisa mengubahnya menjadi merk dagang."

Dia mencondongkan tubuh ke depan.

"Kau mau tahu apa yang kujadikan tagline?"

Pintu terbuka dan direktur casting melangkah keluar. Si Buta dari Gua Hantu dan Kawa Hijau menoleh.

"Terima kasih sudah datang," katanya, "tapi pemerannya sudah ada. Maaf."

Kawa Hijau melihat belakang sutradara. Di dalam ruangan, berjabat tangan dengan orang-orang dari biro iklan adalah seorang pria jangkung membawa palu.

Godam, pikir Kawa Hijau. Tentu saja. Bajingan itu.

Bandung, 5 Desember 2022

Sumber ilustrasi

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun