Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jl. Bahagia

1 Desember 2022   09:00 Diperbarui: 1 Desember 2022   09:18 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Naseem Buras on Unsplash

"Jauh lebih lambat," aku setuju. "Seperti nenek-nenek." Aku ingat, mengatakannya seperti seorang nenek karena aku pikir dia akan marah karenanya. Dia diam saja.

"Ngomong-ngomong," dia melanjutkan, "Ban belakang pecah. Gila, tidak? Aku terpaksa jalan sangat pelan. Aku tidak menabrak atau apa pun, hanya menepi. Demi Tuhan, aku kaget dan ketakutan. Aku bisa mendengar jantungku berdebar. Aku benar-benar bisa mendengar jantungku berdebar! Ada laki-laki berhenti dan menawariku tumpangan. Benar-benar pertolongan pada waktu yang tepat."

"Kamu ada di mana sekarang? Kamu tidak apa apa? Di mana mobilmu?" Aku mengajukan seluruh daftar pertanyaan padanya tanpa urutan, tetapi semuanya pantas mendapat jawaban.

"Dia duda," katanya, mengabaikan pertanyaanku. "Bukan karena dia tua. Tidak. Dia seusia kita. Dia punya dua anak gadis yang masih kecil. Dua dan lima tahun. Betapa menyedihkan, bukan?"

"Memang menyedihkan," aku setuju. "Tetapi..."

"Betul, kan? Anak-anak kecil yang malang."

"Ya, Anak-anak kecil yang malang, tapi bagaimana dengan filmnya?"

Kami masih bisa nonton pertunjukan berikutnya, jadi aku setuju saja memberikan sedikit simpati untuk anak yatim piatu.

"Aku harus pergi," katanya. "Aku akan meneleponmu lain kali."

"Apa? Apa maksudmu, lain kali? Kamu ada di mana? Itu hanya jalan pintas!" aku berteriak. Tapi dia sudah menutup telepon. Aku berteriak tidak pada siapa-siapa.

"Itu gila," kata sahabat-sahabat kami. "Sama sekali tidak seperti dia," mereka sepakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun