"Apakah kamu pernah mendengar kabar darinya?" mereka bertanya. "Apakah dia masih bersama pria itu?" mereka ingin tahu.
Aku tidak tahu bagaimana menjawabnya. Aku tidak tahu apa-apa sama seperti mereka. Yang kutahu adalah apa yang aku lakukan. Aku akhirnya keluar dari apartemen dan mengemudi dan berakhir di Jl. Bahagia. Aku menyusurinya dari ujung satu ke ujung lainnya dan kembali lagi.
Tidak ada mobil dengan ban yang pecah di pinggir jalan. Tidak ada tanda-tanda keberadaannya di mana pun.
Aku berhenti di pinggir jalan. Saat itu gelap gulita, dan kami sudah melewatkan pertunjukan terakhir. Langit gelap gulita. tidak ada bulan, tidak ada bintang, tidak ada pemandangan yang indah. Aku tidak melihat apa pun kecuali hitam kelam yang membentang selamanya.
Aku berteriak ke dalam gelap. Aku berteriak sangat keras dan untuk waktu yang lama tenggorokanku terasa sakit.
Sahabat  kami sekarang hanyalah sahabatku.
"Move on," kata mereka. "Temukan seseorang yang baru," tambah mereka. "Kamu layak mendapatkan yang lebih baik."
Aku mengangguk dan mengangkat bahu. Aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya kepada mereka.
Yang benar adalah bahwa aku tidak bisa move on. Aku tidak memberi tahu mereka bahwa setiap malam aku berkendara di sepanjang Jl. Â Bahagia, selama berjam-jam, mencari jawaban yang tidak dapat kutemukan.
Bandung, 1 Desember 2022