Aku mengulurkan tangan pada suaminya dan dia membalasnya tanpa sadar.
"Apa yang kamu katakan tentang kacamata, sayangku?" gumamnya.
"Kamu tahu," kata Nyonya Ria. "Aku kehilangan kacamata tiga minggu yang lalu di Jakarta."
"Oh, tentu saja," kata Tuan Syarif, "Aku ingat."
Jelas bagiku bahwa dia tidak ingat sama sekali.
"Aku tidak bisa mengatakan betapa senangnya mendapatkannya kembali, Tuan Handaka", kata Nyonya Ria. "Aku benar-benar bingung tanpa kacamata ini."
"Kamu punya yang baru," kata suaminya dengan lembut.
"Iya, sih. Tapi tidak benar-benar sama seperti ini," bantahnya.
"Mestinya sama saja," Tuan Syarif membalas, 'tapi aku percaya saja kata-katamu."
Nyonya Ria menatap suaminya dengan pandangan mencela, dan berbalik ke arahku.
"Di mana kamu menemukannya, Tuan Handaka? Sejauh yang aku ingat, aku meninggalkan mereka di sebuah restoran kecil di Jelambar. Aku menelepon keesokan harinya, tetapi mereka mengatakan tidak ada yang menyerahkannya. Tentu saja, akhir-akhir ini jarang ada orang jujur."