Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Legenda Sang Perusak (Bab 17)

22 September 2022   13:00 Diperbarui: 22 September 2022   13:01 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Di Taluk Kuantan, hari yang menyenangkan telah berlalu bagi Bagas Buwana setelah melalui setengah jalan rute paginya. Sebagian besar pelanggan sudah berangkat kerja dan tidak meninggalkan uang pembayaran. Dia benci harus kembali di malam hari ketika itu menghabiskan begitu banyak waktu sejak awal. Tetapi jika dia ingin dibayar, dia tidak punya pilihan.

Mungkin jika dia beruntung, dia akan bertemu dengan Dr. Awang. Bagas mengidolakannya. Dr. Awang Dermawan membuatnya ingin lebih baik lagi di sekolah dan menjadi dokter sepertinya. Dia selalu menceritakan kisah-kisah lucu, dan memberinya sedikit nasihat ketika Bagas membutuhkannya.

Saat Bagas tiba di rumah keluarga Dermawan, dia melihat pintu garasi terbuka, dan kedua mobil mereka tak ada.

Teruk! Masih terlalu pagi bagi mereka untuk keluar rumah.

Ketika dia melewati rumah duka, tiba-tiba hawa dingin menyergapnya seolah-olah seseorang telah menumbahkan seember air es ke ubun-ubunnya. Dia tidak pernah suka melintasi bangunan tua itu. Untung hari sudah mulai terang. Jika nanti dia kembali untuk menagih, dia akan mengambil jalan memutar untuk menghindari tempat itu.

Sisa hantaran rasanya berjalan sangat lambat karena Bagas tidak sabar untuk kembali ke kediaman keluarga Dermawan. Dia berharap Dr. Awang ada di sana untuk membukakan pintu, dan bukan istrinya. Tidak tahu kenapa, tapi dia tidak menyukai Puan Awang. Ada sesuatu tentang dia yang sepertinya tidak benar. Dia bersikap baik padanya, tetapi tampak dibuat-buat, sepertinya puan dokter tidak menyukainya atau anak-anak pada umumnya.

Yah, setidaknya Dr. Awang baik padanya, dan bagaimanapun juga dia adalah orang penting di Taluk Kuantan.

***

Siuman di dalam parit, Awang menatap sekeliling dengan bingung.

Apa yang terjadi? Apa yang aku lakukan di sini! 

Perlahan-lahan kesadaran kembali, otot-ototnya yang pegal dan luka berdarah di sisi lidahnya, rasanya bagai ditindih ribuan batu bata.

Dua kali kejang hingga pingsan dalam tiga hari tidak bagus. Tidak bagus sama sekali... 

Dia harus berpikir serius tentang ini, dan memutuskan apa yang akan dia lakukan. Kebingungan dan kantuk mencoba membawanya kembali hilang kesadaran, tetapi Awang melawannya, dan terhuyung-huyung keluar dari celah yang dalam.

Sekujur tubuhnya terasa sakit seperti dipukul berulang kali dengan tongkat kayu, tetapi dia berjuang sampai akhirnya menggapai tepi jalan dan mobilnya sebelum dia pingsan lagi. Darah dan debu memenuhi mulutnya.

Dia mencoba untuk fokus pada apa yang baru saja terjadi saat dia menyalakan Mecedes Benz-nya dengan kikuk.

Tiga puluh kilometer untuk kembali ke kota bukanlah hal mudah, dan dia akan terkejut jika berhasil pulang dengan selamat. Tapi dia tidak bisa tinggal di sini. Dia harus kembali ke rumah. Kenapa dia jauh-jauh ke sini lagi? Pasti ada alasannya. Pikiran ini, dan rasa amis yang berputar-putar di mulutnya membangkitkan kesadarannya saat dia perlahan-lahan merayap pulang.

Tidur... di rumah aku bisa tidur... 

Hampir satu jam berkonsentrasi yang dipaksakan, dia memasukkan mobil ke dalam garasi rumahnya. Proton Kancil tak ada. Kuntum pasti ada di suatu tempat...

***

Saat kembali ke rumah keluarga Dermawan, Bagas melihat mobil biru di dalam garasi dan berharap Dr. Awang ada di rumah. Mengetuk pintu, dia mendengar langkah kaki mendekat dengan cepat dan suara menggeram yang mengiringinya.

Awang, masih berlumuran tanah dengan darah kering yang lengket dari mulutnya ke dagunya, membuka pintu dan melihat Bagas berdiri di sana, hendak menagih uang langganan surat kabar.

 BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun