Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Legenda Sang Perusak (Bab 17)

22 September 2022   13:00 Diperbarui: 22 September 2022   13:01 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Perlahan-lahan kesadaran kembali, otot-ototnya yang pegal dan luka berdarah di sisi lidahnya, rasanya bagai ditindih ribuan batu bata.

Dua kali kejang hingga pingsan dalam tiga hari tidak bagus. Tidak bagus sama sekali... 

Dia harus berpikir serius tentang ini, dan memutuskan apa yang akan dia lakukan. Kebingungan dan kantuk mencoba membawanya kembali hilang kesadaran, tetapi Awang melawannya, dan terhuyung-huyung keluar dari celah yang dalam.

Sekujur tubuhnya terasa sakit seperti dipukul berulang kali dengan tongkat kayu, tetapi dia berjuang sampai akhirnya menggapai tepi jalan dan mobilnya sebelum dia pingsan lagi. Darah dan debu memenuhi mulutnya.

Dia mencoba untuk fokus pada apa yang baru saja terjadi saat dia menyalakan Mecedes Benz-nya dengan kikuk.

Tiga puluh kilometer untuk kembali ke kota bukanlah hal mudah, dan dia akan terkejut jika berhasil pulang dengan selamat. Tapi dia tidak bisa tinggal di sini. Dia harus kembali ke rumah. Kenapa dia jauh-jauh ke sini lagi? Pasti ada alasannya. Pikiran ini, dan rasa amis yang berputar-putar di mulutnya membangkitkan kesadarannya saat dia perlahan-lahan merayap pulang.

Tidur... di rumah aku bisa tidur... 

Hampir satu jam berkonsentrasi yang dipaksakan, dia memasukkan mobil ke dalam garasi rumahnya. Proton Kancil tak ada. Kuntum pasti ada di suatu tempat...

***

Saat kembali ke rumah keluarga Dermawan, Bagas melihat mobil biru di dalam garasi dan berharap Dr. Awang ada di rumah. Mengetuk pintu, dia mendengar langkah kaki mendekat dengan cepat dan suara menggeram yang mengiringinya.

Awang, masih berlumuran tanah dengan darah kering yang lengket dari mulutnya ke dagunya, membuka pintu dan melihat Bagas berdiri di sana, hendak menagih uang langganan surat kabar.

 BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun